Research now showsthat the lack of natural TALENT IS IRRELEVANT to great success. The secret? Painful and demanding practice and hard work.
Posting ini adl resume dr tulisan Geoffrey Colvin di majalah Fortune, edisi 30 Oktober 2006.
Apa sih yg menjadikan Tiger Woods luar biasa? Apa juga yg menjadikan Warren Buffet investor handal dunia? Kita pikir kita tahu; bahwa setiap mereka dilahirkan di dunia ini dg bakat spesial utk mengerjakan apa2 yg mereka sampai skr terus mereka kerjakan. Klo emg begitu konsepnya, brarti ini adl perihal yg bersifat satu-di-antara-seribu. You’ve got it — or you donβt.
Ternyata ndak segampang itu konsepnya. Satu hal; we do not possess a natural gift for a certain job, because targeted natural gifts don’t exist. Anda bukanlah CEO atau investor atau grandmaster catur krn bawaan lahir. Kita hanya akan mencapai kedahsyatan diri melalui kerja keras yg sedemikian intens selama bertahun tahun. Dan bukan cuma kerja keras, tapi bekerja dalam bentuk2 yang sifatnya sedemikian menuntut dan menyakitkan. Fiuhβ¦
Berita baiknya, bakat tu miliki keterkaitan yg kecil atau bahkan ndak terkait sama sekali dg kedahsyatan. Perlu kita pahami bahwa yg namanya bakat ini bukanlah kecerdasan, motivasi atau sifat2 khusus seseorang. Bakat yg dimaksud di sini adl kemampuan genetik utk melakukan perihal tertentu dg amat bagusnya. Tapi tyt para ilmuwan telah membuktikan bahwa peningkatan kualitas diri tu bukan lantas disebabkan oleh kemampuan genetik sejak lahir. Lantas apa yg mbikin orang2 tertentu bisa terus berkembang & menanjak?
Satu kesimpulan umum adl bhw ndak ada yg bakal jadi dahsyat tanpa kerja & upaya. Emg enak sih utk punya keyakinan bhw klo aja kita temukan ranah/area yg kita berbakat di dalamnya, kita akan jadi makin dahsyat dari hari ke hari scr otomatis. Tapi itu ndak terjadi. Ndak ada bukti yg menunjukkan bhw pencapaian luar biasa bisa diraih tanpa pengalaman dan latihan. Bahkan orang2 dg performa puncak butuh waktu sekitar sepuluh tahun kerja keras sebelum meraih pencapaian kaliber dunia. Pola ini telah berlaku sedemikian umum sehingga peneliti menyebutnya sbg the ten-year rule.
Ambil contoh Bobby Fischer, yg jadi grandmaster catur pada usia 16th. Tyt ketahuan, dia telah punya pengalaman belajar intensif selama 9 tahun. Tiger woods, jawara golf dunia, telah berlatih golf sejak dia berusia 18 bulan. Klo dihitung2, dia udah menjalani latihan intensif selama 15 tahun sebelum akhirnya dia meraih juara golf amatir Amerika termuda, pd usia 18th.
The ten-year rule menggambarkan perkiraan kasar, dan kebanyakan peneliti menganggapnya sbg waktu minimum, bukannya rata-rata.
Jadi, kedahsyatan tu ndak lantas diberikan atau dihadiahkan kpd seseorang. Butuh buanyak kerja keras di sana. Tapi sekedar itu aja belum cukup, mengingat banyak orang2 bekerja keras tapi ndak juga mencapai kedahsyatan atau bahkan skedar jadi lebih baik aja ndak. Apa lho yg kurang? π
Orang2 terbaik di bidangnya adl mereka yg mencurahkan waktu2 mereka pada apa yg disebut peneliti sbg “deliberate practice“. Ini adl aktivitas yg scr eksplisit dimaksudkan utk meningkatkan performa, dg sasaran utk terus melampaui tingkatan kompetensi dari yg bersangkutan, lalu mendapatkan feedback atas hasilnya, dan melibatkan sekian banyak repetisi. Untuk ini, maka diperlukan target dan hasil evaluasi kuantitatif yg jelas.
Many great athletes are legendary for the brutal dicipline of their practice.
Winston Churchill, salah satu orator abad 20 terbesar, selalu melatih pidatonya scr kompulsif. Hal yg sama berlaku utk musisi dunia spt Luciano Pavarotti. Mereka adl contoh demon practicer πΏ . Belum lagi para atlit. Sebut aja Michael Jordan. Dia berlatih amat sedemikian kerasnya dg intensitas jauh melampaui anggota tim yg sdg kena hukuman.
Lantas bagaimana kita berlatih bisnis?
Banyak elemen bisnis yg bisa dilatihkan; Negosiasi, menyampaikan gagasan & evaluasi, menafsirkan laporan keuangan, sampai dg mengambil keputusan dg informasi yg tak lengkap dlm lingkungan yg tak menentu – itu semua bisa dilatih. Konsep dasarnya sama; kita harus menciptakan model berlatih dalam pekerjaan kita.
1.Approach each critical task with an explicit goal of getting much better at it. Apapun yg kita kerjakan di kantor, itu semua adl skill yg bisa terus dkembangkan.
2.As you do the task, focus on wha’ts happening and why you’re doing it the way you are. Dg mindset ini, kita akan mampu memproses & meresapi informasi dg lebih dalam.
3.After the task, get feedback on your performance from multiple sources. Make changes in your behavior as necessary.
4.Continually build mental model of your situation-your industry, your company, your career. Enlarge the models to encompass more factors. Pikirkan gimana setiap elemen terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.
5.Do these steps regurarly, not sporadically. Occasional practice does not work.
Untuk kebanyakan orang, kerjaan itu udah cukup berat tanpa perlu ditambah-tambahi dg tuntutan utk lebih keras. Langkah2 di atas itu sedemikan sulit dan menyakitkan sampe2 sering nggak bisa dijalankan. That’s the way it must be. Ya emang kayak gitu. Sapa juga yg pernah bilang klo jadi dahsyat itu gampang
Tapi paling nggak semoga kita jadi sadar, bahwa kedahsyatan diri itu bukan dihadiahkan utk segelintir orang tertentu, dg konsep bakat bawaan sejak lahir. Kita semua juga bisa jadi luar biasa, bahwa performa dahsyat itu dimungkinkan untuk kita semua π
klo mbah maridjan, jadi dahsyat karena apa ya?
dulu, d’pernah baca di majaah(jaman2nya masih smp, masih cupu gtu..:p) bakat mang megang peran jg dalam keberhasilan. tapi ya tetep juga perlu yang namanya usaha (lho, koq blibet gni ya?) jadi d’kasi contoh aja d.. qta punya bakat dalam matematika tapi minat kita tuh d biologi. supaya bisa sukses d matematika, kita “cuma” butuh usaha. tapi klo mau sukses d biologi, kita butuh usaha 2x lipat lebih keras dari pada b/ sukses matematika.
jadi, minat ma bakat g’slalu sejalan. g’perlu deh yang namanya minder sandainya “kalah”…. klo mo menyaingi, kita “tinggal” brusaha lebih keras..^^’
It is painful. And sometimes, it worth the pain π
lha saya sudah 20an tahun berlatih jadi loser, oops.
Kalo di dunia persilatan ada yang namanya bakat (terutama yang menyangkut “soft skill” alias tenaga dalam, he he). Bakat diibaratkan wadah. Beberapa orang dilahirkan dengan wadah, ada yang kecil ada yang besar. Sekarang tinggal masalah ngisinya aja. Orang yang lahir tidak dengan wadah, ya harus bikin wadahnya dulu. Hanya masalah waktu en kedisipilinan aja, sebelum dia bisa melewati orang yang lahir dengan wadah tapi gak pernah ngisi. Katanya ini sih menjelaskan kenapa beberapa orang bisa lebih cepat menguasai ilmu tertentu. Toh, sains juga membuktikan bahwa kita punya multiple intelligence dan tiap orang punya kekuatan di area berbeda (yang tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan, tapi ternyata gen juga). Apakah ini bukan bakat namanya?
So, saya sendiri kurang setuju sama pernyataan “targeted natural gifts don’t exist”. Tapi kalo “talent is irrelevant to great success”, setuju banget. Strong will, hard work and persistence emang jauh lebih ngaruh… No pain no gain… Wallahualam…
“Strong will, hard work and persistence emang jauh lebih ngaruh. No pain no gain.”
Setuju, tapi easier said than done. Lebih mudah katakan ketimbang melakukan. Don’t you think? Jadi ingin nasehat Aa Gym,
1001 Kunci Sukses, “kunci sukses adalah Bertindaklah! Bertindaklah! Dan Bertindaklah!
Setuju banget! Makanya yang bisa jadi sukses cuma dikit… he he…
ayo suksess…. sukses itu relatif… :))
Salam.
There’s NO “no pain no gain” for great people. only extasy and flow, brother kreshna. penelitian thd orang seperti tiger wood, Lance amstrong membuktikan kalo mereka bener-bener menyukai yang dilakukan, waktu terasa berhenti, kurangnya kesadaran akan sekeliling, dll.
Kita juga bisa jadi seperti mereka… persistence and discipline.. π