Di post sebelumnya telah saya sampaikan bahwa bagaimanapun mahasiwa baru perlu dberi pengondisian keras sesuai dg definisi yg telah saya berikan. Namun ospek dengan model semi militeristik ini “hanya” akan efektif bila dijalankan oleh pihak militer itu sendiri. Nah, lantas apakah itu artinya mahasiwa tidak mampu atau tidak sebaiknya menjadi pelaksana ospek? Tidak juga, karena yg penting tentang ospek bukanlah pilihan metodologinya (apakah pake perploncoan atau yang lain), melainkan tujuan dan esensi yang diupayakan darinya.
Ketika mahasiswa menjadi pelaksana ospek, apa yang perlu kita perhatikan di sini adalah untuk menempatkan pengkaderan massal (Ospek) dalam porsi yang sewajarnya. Kita perlu ingat bahwa selain ospek masih ada event pengembangan diri lain seperti Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa, Achievement Motivation Training atau yang lain. Ospek tidak perlu mengambil tujuan belajar yang terlalu muluk.
Membentuk mahasiswa profesional bermental pemimpin yang memiliki sikap kritis, kreatif, inisiatif, proaktif, berpikiran luas, berintegritas pribadi yang dilandasi kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Memang tujuan yang bagus, tapi tidakkah itu berlebihan? Bahkan training atau workshop pengembangan diri profesional saja berhati-hati dalam membuat ukuran sukses para lulusannya. Sekedar maksud baik saja belum cukup, kita juga perlu realistis dan miliki kompetensi yang cukup untuk mewujudkan maksud baik itu.
Secara riil, kita tidak mungkin mencapai tujuan yang muluk2 untuk event yang diikuti oleh banyak peserta dengan waktu yang singkat dengan kompetensi pengkader yang belum bisa 100% kita standarkan. Secara umum, tujuan untuk membangun, menumbuhkembangkan, meningkatkan dan apapun yang intinya bukan membentuk adalah tujuan yang terbilang realistis. Semisal begini:
Itu semua adalah tujuan umumnya, maka secara umum esensi dari ospek atau pengkaderan massal mahasiswa baru adalah sebagai berikut:
Sebenarnya tanpa ospek pun mahasiswa juga akan saling mengenal. Cuman masalahnya seberapa lama mereka akan pada akhirnya saling kenal, dan juga berapa banyak mahasiswa baru yg bersedia untuk berkenalan. Nyatanya, masih (lebih) banyak mahasiswa baru yang enggan berkenalan dengan seluruh rekan2nya di awal kecuali kalo dianjurkan dengan pengawasan atau dipaksa atau diarahkan oleh senior2nya. Maka adalah tujuan Ospek untuk mempercepatnya proses perkenalan mereka.
Poin-poin berikutnya intinya adalah akselerasi adaptasi.
Memasuki dunia perkuliahan, maba akan menemukan dunia yang baru; sistem kuliah SKS, praktikum, responsi, asistensi, begadang untuk kerjakan tugas, main game mulltiplayer, atau nonton film rame Apapun yang akan dijalani, maba akan sangat terbantu ketika diberi preview dan juga kiat oleh para senior. Masih banyak maba yang terlalu malu untuk bertanya, atau seringkali mereka bahkan tak tau apa2 saja yang perlu ditanyakan. Semakin maba mengetahui apa2 yang bakal mereka jalani, semakin besar juga rasa percaya diri serta persiapan diri untuk menghadapinya.
Untuk itu, maka silahkan Anda para senior lakukan brainstorm dengan sesama rekan terkait apa2 saja yang biasa dialami oleh mahasiswa dari jurusan/kampus Anda. Misal klo untuk mahasiswa kedokteran; bahwa pada dua tahun pertama akan banyak menghabiskan waktu di laboratorium dan kelas, ambil mata kuliah seperti anatomi, biokimia, patologi dst (di-list dan dijelaskan). Pada akhir dari tahun ke-2 mulai dipertemukan dg pasien dg bimbingan dari dokter atau gimana. Intinya adalah timelining, mulai dari semester pertama hingga lulus apa2 saja yg akan dijalani, apa2 saja yg dipelajari, semua berdasarkan urutan.
Buat maba menjadi lebih cepat familiar dengan dunia perkuliahan, baik di kampus maupun di kost-kostan. Dengan demikian mereka akan bisa gunakan waktu2 awal mereka di kampus tidak lagi untuk berjalan meraba belajar dan menerka nerka, melainkan untuk langsung berlari dan berkiprah nyata.
Ini juga penting. Bukan hanya perlu tahu dunia perkuliahan, maba juga perlu dikenalkan secara dini dengan dunia kerja dan apa-apa yang akan terjadi di sana. Sewaktu masih SMA, banyak siswa yang memilih jurusan tertentu dengan pemahaman yang sepotong2, atau malah bisa jadi sekedar ikut2an teman. Para senior bisa membantu maba mengenal esensi dan tabiat kerja sesungguhnya dari dunia profesi tertentu. Dengan lebih mengenal, diharapkan juga akan muncul penghargaan dan kebanggaan yang sepatutnya pada keprofesian yang akan dijalani.
So, untuk ini Anda perlu tahu bagaimana sih jobdesc, jenis profesi terkait, lingkungan dan tabiat kerja, dan apapun yang membuat orang awam jadi familiar dengan keprofesian Anda. Misal untuk kasus fakultas kedokteran, Anda bisa menceritakan bagaimana kondisi kerja seorang tenaga medis, semisal terkait waktu + durasi kerjanya, mobilitasnya, lingkup aktivitasnya, dsb. Samakan dulu persepsi yg maba terkait definisi, tanggung jawab dan jobdesc dari beragam profesi di dunia medis, semisal dokter, perawat, pharmacyst, dsb.
Anda bisa mengundang para alumni untuk berbagi pengalaman mereka. Dan Anda pun tidak harus berbicara tentang dunia kerja pasca kelulusan. Silahkan juga berbagi tentang pengalaman kerja selama masih kuliah.
Karena sudah masuk di jurusan tertentu, maka di sana akan banyak ilmu2 dan wawasan spesifik yang bisa dimengerti dan dihapalkan dengan metode dan trik tertentu. Ini biasanya turun menurun, bisa jadi datang dari dosen atau mahasiswa. Pun juga strategi dalam menghadapi praktikum, penugasan besar pribadi dan kelompok, pasti deh ada contoh sukses atau best practice yg bisa ditiru.
Di sini juga lah para senior boleh mejeng dengan pantas. Bagi Anda yang punya prestasi dan punya cara belajar yang efektif-efisien-menyenangkan, Anda boleh berharap dapat penghormatan dan pujian dari maba (maksudnya, daripada berharap dapat ‘penghormatan’ dengan perploncoan)
So, silahkan brainstorm juga dengan sesama rekan: Bagaimana cara menghapal konsep tertentu, cara menjalani dan merampungkan praktikum tertentu, cara memahami cara mengajar dosen tertentu, cara bisa menguasai mata kuliah tertentu, bagaimana cara kerja kelompok yang sip, dan sebagainya. Tidak hanya itu, Anda juga bisa berbagi informasi tentang tempat printing yang bagus dan murah, tempat fotokopi yang buka sampe malem, tempat rental komputer dg koneksi internet murah, dsb.
Setiap Anda bukan hanya punya skill dan wawasan, namun juga punya informasi berharga yang bisa dibagi. Lebih jauh lagi, Anda pasti juga punya beragam pembelajaran berharga yang baru Anda temukan baru setelah 3 tahun menjalani perkuliahan. Sungguh deh, maba akan sangat terbantu ketika bisa belajar tentangnya dari Anda.
Sekali lagi, kita tidak perlu menjadikan ospek ini sebagai ajang untuk menuntaskan beragam tujuan yang secara realitas dipenuhi di wadah pengembangan diri yang lain. Kita hanya perlu berikan gambaran besarnya sekaligus beri informasi di mana saja wadah2 itu berada.
Wadah Pengembangan Academic (Technical) Competencies
Wadah Pengembangan Soft Competencies
Kita juga kasih contoh bagaimana konkrit aktivitas di ormawa seperti di BEM membantu meningkatkan soft skill;
[tags]ospek, perploncoan, pengkaderan massal, mahasiswa baru[/tags]
salut sama mas guntar, walau sudah tidak di lingkungan kampus. masih menulis tentang pengkaderan.. :)memang harus juga disampaikan esensi pengkaderan kepada maba, biar mereka juga memaknainya 🙂
Makasih bang…..tulisan abang akan sangat berguna bagi kampus kami…..
tulisannya komplit bang..meskipun sudah lama meniggalkan dunia mahasiswa..:)
Tujuannya ospek sebenerya emang untuk mengenalkan mahasiswa baru. Tapi sebenernya perkenalanpun bisa non formal. Justru lebih enak. Jadi kayak makan bareng, dll. Jadi gak ada gap antara angkatan atas dan bawahannya. Kalo selama ini kan yang angkatan atas jadi panitia, dan makannya selalu terpisah. Begitu pula acara. Seharusnya acaranya gabung jadi biar tambah akrab 🙂
Permasalahannya.., tujuan baik tidak akan tercapai kalau yang menyampaikan(senior) tidak punya kualitas yang cukup. Bagaimana mungkin seseorang memberikan sesuatu yg tidak dimilikinya?
yudhabss last blog post..Marketing Bombastis ?
kemarin saya dimarahi sama “guru”….”apa yang kamu katakan emang penting, tapi gimana kamu menyampaikannya jauh lebih penting”,gitu katanya mas…
aRul:
Sebenernya sih ini juga karena ada lebih dari lima jurusan dan beberapa fakultas yg minta saya ngasih pembekalan kpd panitia ospek mereka, yg sayangnya tidak bisa saya penuhi karena jadwal yg bertabrakan.
bhagas:
Sebenernya justru ketika kita sudah lulus, jadi lebih bisa membaca, memaknai dan mencentuskan perihal2 yg lebih bijak ketimbang waktu masih jadi mahasiswa 😛
yudhabs:
Betul sekali, apa yg bisa diberi klo sejak awal sudah tak punya apa2 untuk diberi
rumahfrandi:
Sepakat; bagaimana kita menyampaikan juga amat mempengaruhi dampak dari apa2 yg kita ucapkan.
Tempat aku gak ada OPEK LAGI brooo
ada yang ketinggalan mo tanya plugin yang bisa edit koment kawa wors itu nama na paan minta dunk
wah, rasanya aku jg korban OSPEK:)sampe saking capeknya dulu pernah pura2 pingsan pas lg diOSPEK di asrama ITS. duuh.. masa2 kegelapan.tp asli,pagi-sore OSPEK dikampus, weleh2.. malam masih di OSPEK diasrama. lemeeesssss. gak nyangka dah ngelewatin banyak hal sampe spt skr. jd bersyukur dah pernah kena OSPEK jd bs deket dan punya geng yg msh akrab sampe skr. btw, mas gun.. gak pgn lihat gmn ponakannya skr? ke blogku ya. hehehe
oia mas, bagaimana tanggapan mas guntar seandainya ospek itu ditiadakan, bukan karena mahasiswanya yang menolak? -birokrasi
pinkyangga:
Pertanyaan yg bagus, maaf telat banget nanggepinnya.
gimana bang metode ospek yang cocok buat zaman sekarang??
well well well…
surprised!..lagi googling, gak sengaja ngelinknya kesini..
piye Gun kabare?…masih di trustco kah?…masih jadi panutan adik2 di kampus dan masih jadi Pendekar Pengembangan SDM rupanya… 🙂
saya ga setuju, maaf. jika ospek yang penting adalah tujuannya, – seperti yang Anda sebutkan, tidak adakah metode yang lebih profesional dan ilmiah untuk melakukannya? Bukan cara feodal yang menyebalkan……
Zulfikar:
Jangan2 apa yg bikin menyebalkan krn metodologi & kompetensi pengadernya yg kurang baik 🙂
Ttg apa yg penting dari ospek adl tujuannya, sebenarnya itu adl pembahasaan dari memulai dari tujuan akhir, yg akhirnya ‘mendikte’ pilihan metodologi. Dan saya sepakat bhw metodologi apapun yg dipilih haruslah punya dasar ilmiah & ditangani scr profesional, spt yg saya sampaikan di post sebelumnya.
aslm…
sbelumnya ma kasih atas tulisan yg secara sistematis menjelaskan esensi dari pengkaderan….
apakah konflik yg slaluh ada didalam dunia mahasiswa (organisasi), bs mendewasakan ataukah itu sbagai proses pemblajaran nonformal yg akan mendukung keterampilan kita nantinya ktika kluar dari duia kampus ataukah malah sebaiknya…karena sy lihat skrang maasiswa skrng sibuk mengurus konflik waktu untuk blajar banyak ditujuhkan untuk saling mempertahan kan mana yg dia anggap benar….
mohon tanggapannya…??? Hormatku….
nugrah wijayas last blog post..Memahami Keunikan Budaya Negara Lain
Sayangnya, tidak selalu konflik dlm ormawa jd suatu hal yg mendewasakan. Adanya pergantian kepengurusan tiap tahun juga menjadikan pendewasaan ormawa konsisten membaik. Bagi sebagian kalangan, konflik, masalah dan segala kegagalan yg terjadi ormawa adl modal belajar yg amat baik. Ini terjadi bagi saya pribadi dan banyak teman2 yg lain. Adanya konflik yg meninggalkan kesan buruk justru membuat pembelajarannya jadi lebih dalam dan berkesan 😉
bagaimanakah pengkaderan itu dinilai gagal dan berhasil?
parameternya itu terletak dimana ya pak?
Saya suka sama komen mas nomor 13, saya juga suka baca artikel mas yang di atas, karena saya jadi punya sudut pandang baru tentang pengkaderan…
Tapi kenapa kalau maba *saya* yang baca jadi agak aneh, mungkin cara pandang maba sama senior beda dalam menyikapi pengkaderan… Saat baca tulisan mas sebagian dari saya setuju, tapi sebagian juga agak bimbang, bilang “beneran nggak sih seperti ini tujuannya?” Gitu aja sih