Review The Karate Kid – Sorry Guys, Sukses Tidaklah Semudah Itu

Review The Karate Kid - Sorry Guys, Sukses Tidaklah Semudah Itu
Salah satu cara untuk menginspirasi diri adalah dengan menonton film dan mengambil hikmah darinya. Banyak sekali film inspiratif. Dan entah dimaksudkan sebagai film yang menginspirasi atau tidak, saya ingin mengkritisi film Karate Kid sebagai film yang ⎯meskipun menghibur⎯ terbilang menyesatkan. Mohon maaf saya sampai mengatakan seperti itu.

Film The Karate Kid yang dirilis tahun 1984; ingat? Sebagai karateka amatir kala SMP SMA, saya (dulunya) sangat menyukai film ini. Seorang anak 15 tahunan dianiaya secara fisik oleh teman sekolahnya dari tim karate Cobra. Dia lalu dilatih oleh Mr. Miyagi “bentuk sesungguhnya” dari karate. Daniel si karate kid pun berlatih melalui kerjaan yang awalnya tampak ndak jelas sama sekali: memoles mobil, membersihkan dok kayu, mengecat pagar, dsb. Tapi dari situlah dia kemudian belajar karate. Demikian seterusnya, dia belajar selama beberapa bulan dari Mr. Miyagi ttg karate yang sesungguhnya. Di akhir cerita, si karate kid berhasil menyabet juara dari turnamen karate dengan jurus bangau -kaki pincang. Karate Kid terbaru dengan bintang Jacky Chan juga punya jalan cerita yang sangat mirip. Si bocah kecil anak Will Smith bisa jadi pemenang kompetisi bela diri -dengan jurus kaki pincang- setelah menjalani latihan keras yang terbilang singkat.

Review The Karate Kid - Sorry Guys, Sukses Tidaklah Semudah Itu
Karate kid yang pertama punya tagline yang menarik: “Dia (Mr.Miyagi) ajarkan bahwa rahasia karate sesungguhnya berada di di pikiran dan hati, bukan di tangan (fisik).” Dan film ini secara gegabah mengesampingkan aspek fisik secara serius. Bagi Anda yang menekuni bela diri pastinya tahu betapa gerakan menangkis dan kena tangkis itu lumayan menyakitkan dan bisa membuat bengkak dan ngilu. Tapi entah bagimana, si kecil dalam karate kid tampak tak bermasalah sama sekali dengan itu, dengan tangannya yang mungil dan massa otot minimal. Dan hebatnya, jadi juara.

Di kehidupan nyata, pemenang dari kejuaraan kareta pastilah mereka yang sudah belajar karate sejak masih di SD. Tatkala teman-teman mereka asyik bermain video game dan pergi main-main, mereka berlatih dan terus berlatih. Mereka berlatih bela diri dengan repetisi dari gerakan yang betul-betul bela diri, bukan gerakan mengelap lantai atau memasang taruh jaket seperti di Karate Kid.

Review The Karate Kid - Sorry Guys, Sukses Tidaklah Semudah Itu

Saat kuliah S1, saya sudah tidak lagi berlatih kempo dan karate. Dan ternyata meski selama di SMA sudah rutin berlatih dua kali seminggu pun saya masih belum bisa jadi jago di karate. Apalagi waktu kuliah; seberapapun saya dulu membaca “Sams Teach Yourself Java 2 in 24 Hours”, omong kosong kepakaran programming bisa diraih hanya dalam beberapa bulan saja, apalagi hari.

Para atlit, artis dan semua peak performance yang kesohor, semua menjalani latihan yang penjang. Itulah harga yang harus dibayar untuk sebuah kepakaran; sekitar 10.000 jam deliberate practice, begitu menurut penelitian. Itu artinya apa? Berlatih selama dua jam sehari, setiap hari, selama hampir 14 tahun. Sekedar hati dan pikiran tidaklah cukup, karena adalah fisik juga harus dibiasakan dan dipakarkan.

Ini bukan tentang betapa tidak akuratnya Karate Kid memandang sukses. Itu tidak penting. Apa yang penting adalah agar kita memandang sukses sebagai capaian yang harus dibayar dengan harga yang pantas.Jangan gampangkan apa yang memang tak gampang. Cari jalan yang lebih mudah itu memang baik dan seharusnya memang seperti itu. Tapi itu dilakukan bukan untuk memperturutkan kemalasan. Pandang semua tantangan dengan apa adanya, akui bahwa capaian yg berat memang butuh harga ikhtiar yang buesar. Namun yakinlah, bahwa dengan ikhtiar super keras dan perkenan Tuhan, kita PASTI bisa meraihnya.

banner ad

Leave a Reply