Sebuah startup business pada umumnya memiliki fase naik turun, atau fase profitabilitas jongkok & berdiri. Saya sendiri sekarang sedang mengalami itu. Sedang mengalami gagal total sih bukan, melainkan frustated; merasa kesal krn tidak kunjung mendapatkan hasil yg diinginkan setelah sedemikian rupa berupaya. Cape de… π
Malah kemudian sempat terlintas di benak perkataan spt ini, “Harusnya aku ndak bisnis di bidang IT (& consulting) solution deh, terlalu susah, technical challengenya tinggi bgt, BEPnya juga lama”. Boro2 kesejahteraan meningkat, sekedar nutupin BEP Operasional aja udah bukan main susahnya. Teramat banyak kesalahan yg sudah saya (kami) lakukan, dan begitu banyak perihal yg saya (kami) belum kuasai. Pembelajaran dari kegagalan empat bisnis sebelumnya rupanya belum cukup mematangkan saya.
Byeh byeh…so tired & frustated
Mistakes just donβt need to be all that scary. So you’re in a startup business? Make more mistakes.
Yeah, right. Saya menyeringai aja mendengarnya.
Pertaruhannya adl pada standard minimal kelayakan hidup, terutama bagi yg sudah miliki tanggungan, atau akan memiliki tanggungan dalam waktu dekat. Meskipun gagal dan melakukan bejibun kesalahan adl pertanda jalan kesuksesan, tapi saya tetap merasa frustated, tertekan, dan dibikin khawatir ketika mengalaminya. Apalagi jika sampai ketambahan perasaan malu; malah makin memperburuk aja.
Mistakes show us what we need to learn
Hmm…okey π … So true.
Kesalahan yg saya lakukan tyt mbikin saya temukan kombinasi2 baru yg menarik
Yg terpenting adl mendapat hikmah & pembelajaran dari semuanya, dan bagaimana akhirannya. Saya pikir issue Profit vs Pertumbuhan adalah pembelajaran yg amat penting bagi saya saat ini. Maka ijinkanlah saya berbagi.
Untuk bisnis2 yg ndak ingin bertumbuh, memaksimalkan profitabilitas memang adalah perihal yg amat penting. Memaksimalkan untung dg pengurangan resource, mengalokasikan sedikit saja waktu, SDM dan uang utk mengembangkan bisnis. Gimana caranya agar karyawan2nya bisa dapet uang yg “cukup” setiap bulannya.
Ini juga jadi pilihan semisal bagi perusahaan2 yg menganggap pertumbuhan bisnis itu sedemikian mahal atas susahnya. Atau krn sudah berpuas diri dg kondisi saat ini. Atau sekedar krn ndak tahan mendengar rengekan ‘karyawan2nya’ yg masih bermental karyawan; yg hanya kerja 8 jam sehari tapi menuntut kenaikan gaji, ndak peduli perusahaan sedang bokek dan belum BEP.
Startup business tidak seharusnya mengukur sukses atau gagal (hanya) dari profitabilitas perusahaan. Kita harusnya beri penghargaan yg sepantasnya pada Pertumbuhan.
Profit dan Pertumbuhan itu sendiri, sebenernya ndak lebih penting satu sama lain kok. Pertumbuhan ndak bisa didapet tanpa adanya profit. Profit juga bakalan susah meningkat klo pertumbuhan ndak berlangsung. Profit adl cara yg bagus untuk mengukur pertumbuhan. Dia membantu kita mengukur performa, tapi sebenernya tidak lebih penting ketimbang pertumbuhan.
Lalu tentang pertumbuhan itu sendiri, banyak cara yg bisa digunakan untuk mendefinisikannya; ada yg berdasarkan prosentase dalam kurun waktu tertentu, komparasi dg bisnis rival sekaligus buat benchmark, atau mungkin cara yg lain. Dlm lingkup departemen, saya sendiri mendefinisikan pertumbuhan sbg ukuran efisiensi proses manufaktur dan delivery produk dalam ukuran quarter. Terserah deh ama kitanya.
Yg penting, pertumbuhan itu sebenernya lebih merupakan sebuah mind-set ketimbang sebuah fixed-goal, terlepas dari bagaimana kita membuat ukuran dan durasi pencapaiannya. Lingkup Pertumbuhan lebih dari sekedar profitabilitas, melainkan juga meliputi penambahan kompetensi, wawasan dan mentalitas dari seluruh personel yg ada. Pengidentifikasian & “pembakuan” best-practice dlm hal manufaktur produk, delivery dan pemasaran produk pun juga menjadi indikator dlm pertumbuhan. Dan perihal2 semacam inilah yg sering dibiarkan terjadi begitu saja, dianggap naturally happen, tanpa pendokumentasian dan evaluasi. Sehingga perkataan “Belajar dari pengalaman & kesalahan” tidaklah bener2 scr serius dilakukan.
Kemudian ini: salah satu kesalahan dlm startup business adl merekruit banyak karyawan, dan memandang itu sebagai tolok ukur & bukti sukses sebuah pertumbuhan. Well, emang sering tampak makes sense untuk nambah karyawan sebagai antisipasi pertumbuhan. Tapi kita kudu ngati2 nih.
Gunakan kaidah, “Hire after the need, not before!” Jangan isi posisi tertentu sampai posisi itu benar-benar diperlukan. Jangan merekruit karyawan sekedar untuk mengantisipasi pertumbuhan; pastikan bahwa tambahan orang memang sedang dan telah diperlukan. Pastikan mereka sungguh2 terlibat scr signifikan & paling dekat dg proses-bisnis inti perusahaan. Krn People are a recurring expense. Mereka tidak hanya menambah beban gaji bulanan, tapi juga nambah beban listrik dan telepon. Dan jangan lupa bhw penambahan SDM juga berpotensi menambah konflik dan masalah komunikasi-koordinasi, belum lagi potensi kontra-produktif dg meningkatnya interaksi & obrolan yg kurang relevan dg kerjaan π
Anda mungkin sudah sering mendengar gembar gembor betapa entrepreurship membuka sedemikian banyak lapangan kerja baru. Dalam satu cara pandang memang bener sih, tapi If two companies have the same revenues, it’s the one with fewer employees that’s more impressive. Hal ini berlaku terutama bagi sebuah startup business.
Dg memahami issue Pertumbuhan secara tepat, maka kita akan punya mentalitas tahu/sadar diri dalam membangun bisnis. Jangan berpikir muluk2 utk terlihat keren. Penghasilan per bulan kita amat bisa jadi tidaklah lebih tinggi dari teman2 kita yg bekerja jadi karyawan di perusahaan milik orang lain. Tapi justru dlm kondisi itulah kita juga berlatih untuk lebih menghargai uang dan bersikap bijak dalam pembelanjaannya.
Pada akhirnya, api pembelajaran akan malah jadi menyejukkan. Beneran.
Membangun dan membesarkan startup business memang susah. Tapi spt nasihat seorang sahabat di saat saya down baru2 ini, “Kamu emg sedang membayar di muka kok, dan membayar kesuksesan besar dg kesusahan di awal.”
Taken easy. If you love it, then why don’t you just do it !
Sahabat saya benar; jika Anda memang pengen jadi pengusaha, memang itulah harga yg harus dibayar. No Sweat ! π
Yang penting kan kita terus berupaya untuk berubah.
Salah satu yang kadang dilupain ketika start up business adalah biaya gaji. Ini salah satu elemen biaya terbesar perusahaan, jadi musti masak-masak dipikirin.
Urusan frustrasi, mas, saya pernah baca “jangan terlalu banyak menerapkan ekspektasi (dan berbagai variabelnya)”. Maksudnya supaya ga kecapekan ngejarnya π
Semua itu tergantung dr goal yg ingin dicapai, apakah dlm bentuk profit, self improvement atau yg lainnya. seorg pedagang akan sll berpikir bagimana mendptkan untung yg sebanyak2nya tnpa harus mempertimbangkan apakh bisnisnya servive dlm jangka waktu lama. Sebaliknya bg seorg pengusaha variable yg hrs diimput lebih banyak (bukan hanya instant profit)krn,menyangkut keberlangsungan usahanya dimasa yg akan datang.Bahwa dlm perjalanannya seorg pengusaha itu hrs jatuh bangun,itu adlh sesuatu yg hrs dialaminya (saya pikir hal itu terjadi bukan hanya untuk start up bisnis tapi jg pada semua sektor kehidupan termasuk untuk mengembangkan bisnis itu sendiri atau mungkin dalam keluarga),”No Pain No Gain”. Jadi tergantung seberapa besar gain yang ingin didapatkan. Makin tinggi gain yang ingin dicapai,maka pain yang dirasakan juga makin berat. However, karena pain itu memang sesuatu yang kita lalui,maka ” Enjoy your pain”, then you will not be painful anymore.
Begini my dear……
salam kenal mas
π
sing sabar Bos, masih satu tahun, masih butuh waktu untuk menjadi dewasa dan matang π
gak mudah memang; trus maju, mungkin sukses datang ketika smuanya seperti gak tertahankan lagi. perkuat stamina untuk marathon. salam.
sejak dulu begitulah bisnis .. tantangannya tiada akhir …
I believe you are strong enough to cope with those challenges … right MadGun?
kindly regards,
cdkey
Salam kenal mas Guntar. Mas saya starting up bisnis juga, mau konsultasi langsung by phone or darat boleh yah. Atau alamat email kalo boleh, tks.
Tentunya temen2 seperti mas Rizal Hidayat bisa berbagi pengalaman di sini via komen, atau menghubungi via japri di guntar@bintangtauladan.com
Disclaimer: dg kesaktian saya yg masih segini, saya tu belum cukup ManTaB buat ngasih konsultasi. Tapi saya tetep bersedia jadi teman diskusi yg menyenangkan π