Mengambil Keputusan Malah Melemahkan Produktivitas?

produk di supermarket
Saat Anda jalan ke mall atau supermarket lalu bermaksud membeli pakaian atau produk apapun, pernahkah Anda merasa bingung dalam menetapkan pilihan? Semakin banyak yang bisa dipilih malah membuat Anda bingung?

Dilema pembeli memang adalah suatu hal yang tak asing. Di antara banyak sekali pilihan yang tampaknya enak atau mengasyikkan, hal itu justru membuat pembeli merasa bingung dan kewalahan dengan pilihan yang teramat banyak itu.

Iyengar dan Lepper (2000) menemukan bahwa pembeli yang menghadapi 24 pilihan, dan bukannya sekedar 6, ternyata jadi kurang bersemangat untuk melakukan pembelian, dan mereka yang benar2 membeli juga merasa tak puas dengan pembelian mereka. Penemuan ini menunjukan bahwa pilihan yang mensyaratkan adanya pengambilan keputusan di antara sekian buanyak pilihan yang ada, itu jadinya malah merepotkan dan pada akhirnya merusak produktivitas.

Studi terbaru yang dipublikasikan di bulan April 2009 di Journal of Personality and Social Psychology menyatakan bahwa memiliki terlalu banyak pilihan malah bisa membuat seseorang kerepotan dalam bertahan di suatu tugas dan untuk tetap produktif di sana. Studi ini dilakukan terhadap 328 partisipan di suasana lab. Beberapa orang diminta untuk membuat keputusan tentang produk sehari-hari, mata pelajaran dan jenis kursus, sementara yang lain Cuma sekedar diminta untuk membuat pertimbangan tentangnya. Seluruh partisipan kemudian diminta untuk menyelesaikan tugas yang tidak mengenakkan, entah menengguk minuman kesehatan yang rasanya gak karuan atau meletakkan tangan mereka di dalam air es.

Para peneliti menemukan bahwa partisipan yang sebelumnya telah diminta membuat keputusan mengalami kesulitan dalam tetap berfokus pada tugas yang tidak mengenakkan, sementara mereka yang sekedar diminta mempertimbangkan saja masih bisa terus produktif.

Eksperimen lain dilakukan terhadap 58 partisipan di sebuah shopping mall. Mereka ditanyai tentang keputusan yang telah mereka buat sebelumnya di awal hari itu dan kemudian diminta untuk menyelesaikan persoalan matematika sederhana. Hasilnya menunjukkan bahwa para pembelanja yang telah membuat keputusan di awal hari memiliki skor yang lebih rendah pada problem matematika.

Menurut sang pengarang, membuat keputusan bisa mengurangi kadar sumberdaya yang penting dalam pikiran dan “mencederai” kemampuan regulasi-diri, inisiatif aktif dan kendali diri. Sementara keputusan yang diambil setiap hari bisa beragam mulai dari yang remeh temen sampai yang sedemikian kompleks sehingga berpengaruh jangka panjang dan juga terhadap banyak orang. Ada perpindahan signifikan dalam hal pemrograman mental yang dilakukan pada saat pembuatan keputusan, entah dia menindakinya saat itu juga ataupun nanti di masa mendatang. Oleh karenanya, pembuatan keputusan bisa menyebabkan kelelahan mental, kata Kathleen D. Vohs. “Making choices can be difficult and taxing, and there is a personal price to choosing.

Referensi: Vohs, K.D., Baumeister, R.F., Schmeichel, B.J., Twenge, J.M., Nelson, N.M., & Tice, D.M. (2008) Making Choices Impairs Subsequent Self-Control: A Limited-Resource Account of Decision Making, Self-Regulation, and Active Initiative. Journal of Personality and Social Psychology, 94(5), 883-898.

bingung kebanyakan pilihan?

Saya sendiri tak habis pikir dengan hasil penelitian ini, dan malah cenderung tidak menyukai hasilnya. Memang klo sudah demikian implikasinya apa? Apakah kita diminta untuk menghindari pengambilan keputusan? Ya jelas ndak mungkin lah.

Hikmah ringannya barangkali cuma sebatas berikut ini: Klo hendak mengikuti ujian -entah tes wawancara kerja, psikotes untuk kepentingan apapun- maka sebaiknya jangan mengambil keputusan yang berat di pagi hari atau waktu-waktu sebelumnya.

Yang jelas arahannya bukan malah mengurangi jumlah urusan yang harus diambil keputusan tentangnya!

Anthony Robbins mengatakan bahwa mental kita ini mirip dengan otot dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan. Semakin kita sering mengambil keputusan, semakin terlatihlah otot kita. Dan semakin kita terlatih mengambil keputusan kecil, kita akan jadi mampu menangani keputusan yang besar. Sehingga mereka yang mentalnya menjadi lelah karena pengambilan keputusan, jangan2 mentalnya masih belum terlatih, atau cara/strategi dia dalam mengambil keputusan yang salah. Aspek kematangan diri juga turut bermain di sini. Mereka yang masih picik secara mentalitas dan kematangan diri, pastilah tak akan bisa mengambil keputusan dengan baik.

Sehingga dari penemuan ini, saya lebih memandang bahwa manakala kemampuan problem solving dan decision making kita belum bagus, maka yang terkorbankan adalah kapabilitas mental kita; mudah lelah dan produktivitas diri secara umum berkurang. Maka tentu penyikapan yang bijak bukanlah lantas mengurangi kadar pengambilan keputusan, itu justru akan menciptakan masalah. Sebaliknya, pengambilan keputusan malah harus dilatih dan diseringkan, dengan upgrading pada kompetensi decision making itu sendiri.

banner ad

One Response to “Mengambil Keputusan Malah Melemahkan Produktivitas?”

  1. aldrich says:

    This isn’t good or bad. It’s just the way of things. Nothing stays the same.

Leave a Reply