Posted on 26 Oct 2009 in
Pengembangan Diri |
0 comments

Pernahkah Anda hadir di rapat yang sunyi senyap akan pendapat? Sampai pun lelah suruh ngomong, tetap saja tak ada peserta yang bersedia buka mulut dan berpendapat. Tentu kondisi ini tidaklah mengenakkan. Tak mungkin kita bisa dapatkan gagasan yang kaya manakala sejak awal peserta sudah enggan untuk angkat bicara.
Maka tulisan kali ini adalah bagian pertama dari serial tulisan tentang bagaimana meningkatkan partisipasi dari peserta rapat.
Dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi dalam pertemuan, kita mulai dulu dengan memahami permasalahan dimulai dari hal yang kecil, lalu beranjak ke analisa berdasarkan frame waktu, dan lalu masuk ke kiat-kiat praktis pemancingan partisipasi.
Dimulai dari hal yang kecil dan sederhana, sejak awal harus ada penanaman identitas diri terhadap peserta, yakni dalam hal bagaimana kita menamai dan menyebut mereka. Konkritnya, memanggil peserta dg sebutan “partisipan” lebih punya dampak positif ketimbang menyebut sebagai “peserta” atau “hadirin” (berdasarkan Lani Arredondo, pada Communicating Effectively, New York: McGraw-Hill,2000, hal. 151). Penyebutan ini menanamkan unsur identitas pada peserta untuk jadi orang yg terlibat/berpartisipasi.
Berikutnya, kita akan telusuri penyebab kurang suksesnya sebuah pertemuan diinjau dari pembagian berdasar titik waktu terjadinya.
- Masalah yang muncul jauh sebelum pertemuan dimulai:
- Karena alasan pertemuan yang belum jelas, masih abstrak
- Karena peran tanggungjawab tiap orang masih belum jelas
- Karena partisipan tidak tahu menahu, belum jelas, dan tidak paham terkait apa-apa yang diharapkan dari mereka dan juga apa-apa yg perlu dipersiapkan untuk pertemuan
- Karena partisipan tidak membawa resource yg dibutuhkan
Masalah yang terjadinya pada saat pertemuan dimulai:
- Karena pimpinan forum berusaha mengambil tanggung jawab atas segala urusan secara sendiri
- Karena partisipan tidak terfokus pada agenda acara, atau mereka sama sekali tak paham agendanya apa
- Karena partisipan tidak dilibatkan semenjak awal
- Karena ekspektasi yang rendah para partisipan terhadap pertemuan
Masalah yang terjadinya selama pertemuan dilakukan:
- Karena molor atau berlarut-larutnya suatu agenda atau aktivitas tertentu
- Karena distraksi atau pengalih perhatian lain
- Karena partisipan enggan terlibat atau mereka terlibat tapi malas-malasan
- Karena partisipan berkonflik untuk urusan tak penting, atau tidak berbuat apa-apa untuk menghindari konflik
- Karena forum tidak mampu mengambil keputusan, jika memang itu tujuannya
Masalah yang terjadinya begitu pertemuan baru saja diakhiri:
- Karena akhirannya tak jelas, tak ada kesimpulan atau penutup
- Karena partisipan tidak merasa jelas akan apa2 yg sudah dicapai oleh pertemuan
- Karena pertemuan diakhiri tanpa adanya rencana tindakan apapun
- Karena tak ada partisipan yang tahu siapa yang bertanggung jawab atas apa
- Karena partisipan merasa kecewa, tak puas akan sesuatu yang harusnya bisa dibuat lebih baik
- Karena partisipan merasa telah berpartisipasi, namun tidak ada pengakuan atau penghargaan atasnya
Itu semua menimbulkan kesan tak menyenangkan sehingga membuat partisipan merasa wegah atau males-malesan pada pertemuan berikutnya.

Terkadang masalah timbul ketika pada cukup jauh waktu setelah pertemuan berakhir:
- Karena kerja keras atau upaya apapun yang telah dilakukan dalam pertemuan sepertinya percuma saja, tak berdampak apapun
- Karena orang-orang yang bertanggungjawab akan tugas tertentu telah gagal untuk memenuhinya
- Karena sudah cukup trauma atau kapok dg pertemuan2 berikutnya, partisipan jadi tidak menaruh perhatian yang cukup serius pada pertemuan dan karenanya, tidak cukup berkomitmen pada apa-apa yang dihasilkan darinya
Berikutnya -dalam tulisan berikutnya- adalah kiat-kiat yang saya sampaikan dalam bentuk sub bahasan.
Leave a Reply