Kiat Meningkatkan Partisipasi dalam Rapat (2)

Tulisan ini adalah bagian terakhir (setidaknya untuk saat ini) dari serial bagaimana meningkatkan partisipasi dalam rapat. Di bagian ini yang dibahas adalah tentang pentingnya pembuatan aturan main, bagaimana cara mengundang partisipasi dan pemberian studi kasus.
Kiat Meningkatkan Partisipasi dalam Rapat (2)

Membuat aturan main

Aturan main adalah kesepakatan perilaku: harus kemudian menciptakan adanya rasa hormat, kolaborasi, dan efisiensi tanpa menghilangkan adanya spontanitas dan kreativitas. Memang bisa saja panitia menawarkan seperangkat aturan yang dianggap baik dan perlu, lalu kemudian memaksa partisipan untuk menaatinya. Tapi ini tidaklah baik. Adalah lebih baik bila peserta membuat sendiri aturan main dari pendapat mereka sendiri. Dengan begitu, aturan yang dibuat akan bersifat spesifik untuk mereka sang pembuat, rasa kepemilikan terhadapnya besar, dan besar kemungkinan mereka menaatinya: toh itu mereka sendiri yg membuatnya.

Pimpinan forum bisa memulai diskusi dengan mengajukan pertanyaan seperti, “Panduan atau rambu semacam apa yang perlu kita punya agar pertemuan kita bisa optimal?” Atau “Prinsip-prinsip apa yang perlu kita sama-sama camkan selama pertemuan berlangsung?”

Biasanya, aturan main atau ground rules ini meliputi aspek berikut ini:

  1. Kehadiran
  2. Ketepatwaktuan: prosedur menangani dia yg terlambat misal.
  3. Partisipasi
  4. Pembagian peran dalam pertemuan
  5. Interupsi: matikan atau silent handphone
  6. Proses diskusi
  7. Kerahasiaan: apa sajakah informasi yang boleh keluar forum dan yang tidak.
  8. Penugasan
  9. Pelanggaran2

Hal penting yang perlu diperhatikan: semakin sederhana aturannya, semakin mudah diingat, dan semakin mudah pula untuk ditaati. Tidak perlu membuat aturan semacam yang ada untuk sidang DPR.

Bila partisipan sama sekali tak punya gambaran, barulah pimpinan rapat bisa mengajukan tawaran topik. Pun juga saat diskusi atau pendapat dari peserta telah mulai meluncur. Setelah dibuat dan disepakati, aturan main itu sebaiknya dipampang di kertas agar bisa dilihat oleh seluruh peserta.

Kiat Meningkatkan Partisipasi dalam Rapat (2)

Membuka Diskusi & Mengundang Partisipasi

Bila suasananya sudah tepat dan topiknya menarik, biasanya mudah untuk memulai diskusi. Namun bila partisipan lamban sekali partisipasinya, maka fasilitator perlu mengajukan pancingan dalam bentuk pertanyaan terbuka, sedemikian rupa partisipan tidak bisa hanya menjawab dengan sekedar “iya” atau “tidak”. Agar tak lupa, fasilitator amat dibolehkan mencatat pertanyaan2 pancingan ini di atas kertas untuk digunakan sebagai contekan. Sama sekali tak berdosa & jadi masalah.

Begitu mulai ada yang berbicara, maka fasilitator mendengarkan. Jika dibutuhkan, maka meminta klarifikasi. Ini artinya dengan meminta partisipan untuk mengulang kembali pernyataannya, membahasakan ulang dalam bentuk yang lebih ringkas atau mudah dimengerti, menjelaskan istilah atau definisi, memperjelas perspektif/cara pandang, memberikan penjelasan tambahan, untuk memberikan data atau fakta pendukung, atau untuk memberikan contoh.

Fasilitator bisa mengugnakan pertanyaan penggugah keterlibatan dengan model pertanyaan semisal “Ada pemikiran lain barangkali”, “Apa mungkin ada yang punya pengalaman berbeda?” Untuk peserta yang sudah saling mengenal, bisa juga menggunakan pernyataan seperti “Yang disampaikan saudara A ini tadi menarik, mari kita tilik lebih dalam lagi” Atau “Saudara.B mengajukan informasi yang menarik sekali, sekarang mari, barangkali ada yang menanggapi?’

Sambil menarik partisipasi, sang fasilitator perlu juga menatap wajah dari partisipan untuk melihat apakah ada isyarat2 ketidaktahuan, bingung, protes atau semacamnya, dan lalu melakukan penyikapan yang bersesuaian.

Kiat Meningkatkan Partisipasi dalam Rapat (2)

Bila partisipan terlihat enggan untuk berpartisipasi dalam diskusi, maka kita bisa menyiasatinya dengan menggunakan kertas ide. Fasilitator membagikan kertas (misal saja ukuran A5 atau setengahnya) dan meminta partisipan untuk menuliskan pendapat dan pemikiran mereka. Setelah beberapa menit, kumpulkan lagi kertasnya, diacak, dan dibagikan lagi ke partisipan. Lalu secara bergantian partisipan membacakan isi kertas ke audiens.

Jika partisipan benar2 malu untuk berpendapat -maksudnya berbicara di depan forum- maka pertama fasilitator bisa membagi seluruh partisipan dalam kelompok2 kecil beranggotakan 3 atau empat orang. Dalam kelompok kecil itulah partisipan akan berbicara. Apapun, intinya kita mengupayakan agar setiap orang berpartisipasi dalam pendapat dan juga mengungkapkan gagasan secara lesan.

Pemberian Studi Kasus

Diskusi dan pelibatan peserta hanya akan efektif manakala metodologi yang dipilih mendukung untuk itu. Ini membawa implikasi bahwa jika yang diotak atik adalah urusan siapa pembicara atau narasumbernya, bisa jadi hasil yang diinginkan tak tercapai bilamana metodenya masih berkutat pada ceramah satu arah (meskipun ada sesi tanya jawab).

Metodologi yang dipilih haruslah benar-benar memaksa partisipan untuk mengeluarkan gagasan. Ini tidak lain bisa dicapai dengan memberikan studi kasus untuk dibahas atau dipecahkan. Tentang apa topik dan pokok bahasannya, tentu saja yang terkait dengan tujuan pertemuan. Dalam cara pandang metodologi studi kasus ini, setiap partisipan akhirnya kita pandang sebagai narasumber. Dan bagaimanapun, setiap partisipan memang punya sesuatu untuk dibagi.

banner ad

One Response to “Kiat Meningkatkan Partisipasi dalam Rapat (2)”

  1. Rio Purboyo says:

    very nice 😀

    mas Guntar. usul, sejak semula fasilitator rapat mengajak (baik langsung ataupun tidak) kepada partisipan untuk memikirkan ide baik mereka selama rapat berlangsung. Sambil nantinya, partisipan akan mendapatkan saat yang tepat mengutarakannya. Yang bisa dieksekusi dengan kertas ide yang telah dituliskan di atas.

Leave a Reply