Suka menunda-nunda pekerjaan hingga mencapai tenggat merupakan penyakit bagi banyak orang. Entah urusannya untuk mengerjakan tugas kuliah ataupun pekerjaan, kebiasaan ini pada akhirnya akan berakibat kurang menguntungkan bagi kehidupan pribadi maupun karir.
Banyak yg mengatakan bahwa dg mengerjakan mendekati deadline, konsentrasi akan lebih mudah didapatkan dg adanya nuansa Under Preasure yg kuat. Tapi nyatanya, bukan hanya bekerja dalam kondisi under preasure itu tidak menyehatkan, namun juga apa2 yg dihasilkan akan jadi kurang optimal. Hasilnya: tidak hanya bisa kehilangan kesempatan baik, namun juga mengalami tingkat stres lebih tinggi, mood ndak karuan, hingga sampai pada ketidakpuasan dan perasaan bersalah.
Cepat atau lambat, suka menunda ini pasti akan membawa masalah.
Sebenarnya jika dibilang pemalas sih ya tidak. Lha orang yg paling pemalas dan suka menunda-nunda saja masih punya aktivitas yg mana dia tidak suka untuk menundanya. Selain aktivitas pupup ke belakang, bisa jadi itu adalah aktivitas nonton siaran bola, ngegame, atau latihan basket. Yg penting sekarang kan gimana caranya agar kita bisa produktif, ndak suka menunda-nunda, pada aktivitas2 kerja kita.
Berikut ada sedikit kiat untuk mengatasi sifat suka menunda ini
Ada kalangan orang yg merasa tertekan dg tugas mereka karena mereka merasa diharuskan untuk melakukannya. Perasaan diwajibkan ini menimbulkan sensasi bahwa dia yg bersangkutan dipaksa untuk melakukan sesuatu. Ini bisa menimbulkan perasaan tak nyaman hingga sikap ingin berontak. Rasa ingin menunda bisa muncul sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) agar terhindar dari perasaan tak nyaman itu. Namun ketika sudah mendekati deadline, perasaan gerah yg diasosiasikan oleh pekerjaan yg tak rampung menjadi lebih besar, sehingga mau tak mau Anda pun harus memulainya. Namun tetap saja, perasaan terpaksa ini nggak enak, bukan.
Untuk model orang seperti ini, maka dia sebaiknya perlu mengubah pemahanan mendasar tentang pekerjaannya itu. Dia perlu menyadari dan menerima bahwa dia sebenarnya tidak harus melakukan apa2 yg dia tidak mau lakukan. Memang konsekuensi serius itu ada, tapi tetap saja, pada dasarnya kita ini bebas kok untuk memilih. Kita adalah orang yg merdeka! Sadari bahwa Anda melakukan apa yg seharusnya dilakukan itu bukan karena paksaan orang lain, melainkan karena keputusan dan kuasa Anda atas diri sendiri. Jika memang itu ‘harus’, maka adalah diri Anda sendiri yg memberi perkenan untuknya.
Kiat yg di atas ini adalah untuk orang2 yg sedang berada dalam workload tinggi dan yg merasa ke’harus’an dirinya (utk berproduktif) dikendalikan oleh orang lain.
Nah, tapi ada juga model orang klo dipake model begitu malah kendor. Khususnya adl orang2 yg masih belum bekerja, atau yg belum terbiasa kerja dg intensitas dan durasi lama. Bisa jadi ketika apa yg awalnya ‘harus’ diganti jadi ‘pengen’, dianya malah ndlewer (malas-malasan).
“Saya pengen dapet IPK 3.4”, “Saya pengen bisa punya uang sendiri selama kuliah”, “Saya pengen punya prestasi”.
Keinginan di atas adalah keinginan yg bagus, namun bisa sekedar jadi harapan belaka ketika semua itu belum benar2 menjadi tekad atau azam. The Law of Attraction dan kesungguhan ikhtiar hanya akan muncul ketika kita mengharuskan diri kita untuk meraih sesuatu. Kebiasaan untuk mengazamkan harapan ini adalah pendidikan yg bagus untuk para remaja dan anak muda 20 tahunan. Untuk kebaikan2 yg bisa mereka raih, sebaiknya itu semua dijadikan suatu keharusan alih2 sekedar keinginan.
Ada model orang yg ketika melihat satu aktivitas (atau lebih tepatnya project) besar, dia akan kendor karena merasa begitu beraat sekali sekedar membayangkannya. Project yg dimaksud di sini adl apa2 yg terdiri lebih dari satu aktivitas. Bisa jadi membuat proposal, menyelesaikan praktikum, membuat konsep pemasaran, hingga pergi belanja atau pergi ke fitness centre.
Jika Anda adalah model orang yg seperti ini, maka sebaiknya Anda membuat pecahan2 kecil dari aktivitas itu. Semisal membuat proposal dibagi menjadi mempelajari proposal2 lama, mencari bagian yg relevan, dst. Namun sebaiknya tidak dibikin hingga menjadi daftar aktivitas yg sangat panjang; khawatirnya nanti malah jadi males juga karenanya.
Jika cara ini tidak berhasil, maka bisa jadi Anda akan lebih cocok untuk justru mewungkulkan (membuatnya jadi bongkahan utuh, dan bukannya menTukulkan) aktivitas2 Anda. Karena ada orang2 yg jadi menunda pekerjaan karena melihat banyaknya aktivitas yg harus dikerjakan dan dilalui. Padahal ketika kita perhatikan orang yg menyukai project (dalam definisi di atas) tertentu, dia mikirnya sederhana saja. Istri kita bilang, “Apa, belanja? Ya kan tinggal ganti baju dan berangkat aja to.” Sementara sang suami mikir, “Yg namanya pergi belanja ya kudu matikan kompie dulu, pipis, manasin mobil, ngelapin mobil, cek radiator, ganti baju, nyiapin uang, ngunci rumah dan pagar, beli bensin, ngantri bensin, cari parkiran yg enak, dst…” Prosesnya jadi panjang dan malah terkesan ribet. Sama juga, mereka yg suka fitness akan bilang, “Fitness? Ya tinggal nyiapin baju ganti dan berangkat.” Sementara mereka yg membenci fitness akan memperpanjang daftar aktivitas itu hingga menjadi pendemotivasi yg efektif.
So, jika Anda malah kurang termotivasi dg daftar aktivitas yg panjang, maka mampatkan daftar Anda hingga menjadi kurang dari lima bongkahan aktivitas saja.
Perfeksionis adalah salah satu sifat kental saya. Dan saya sadari bahwa ini ternyata bisa menjadi pendorong efektif bagi sikap menunda-nunda. Tidak memulai hingga kondisinya tepat, hingga sumber dayanya sudah lengkap, hingga sudah bisa melakukan dg sempurna, dan apapun bentuk perfeksionsime bisa menggiring ke arah penundaan dan juga stress. Semakin menunda, semakin dekat dg deadline, hingga semakin tak bisa pekerjaan dirampungkan dg sempurna. Hasilnya: stress pun kian bertambah.
Sehingga adalah penting bagi kita untuk memperkenankan diri ini menjadi manusia yg memang tak sempurna. Sadari bahwa pekerjaan kita tak harus tampak sempurna sejak awal. Selalu akan ada kesempatan untuk terus menyempurnakan jika kita mau segera memulai. Hasil tak sempurna hari ini masih lebih baik ketimbang hasil sempurna setahun dari sekarang.
Dan akhirnya, berhati-hatilah dg aktivitas2 (menyenangkan) yg diniatkan sebentar: baca email, blogwalking, hanging out di forum, nonton tivi, guyonan ama teman, ngegame, semua itu bila tak bener2 didisiplinkan bisa jadi penghabis waktu yg amat signifikan.
A: So, gimana, sudah bersemangat untuk meninggalkan kebiasaan suka menunda?
B: Tentu saja. Aku janji untuk tidak lagi menunda-nunda…. tapi nanti.
Jika ada yg hendak ditunda, maka itu sebaiknya adl keinginan kita untuk menunda….. menunda keinginan untuk menunda.
Wah, menarik banget kiat-kiatnya.Bisa dipraktekkan nih.Hehehe…
Yup. bener. Akupun sekarang mulai membatasi blogwalking ke blog2 tertentu saja :)Thanks tipsnya.
gimana mas untuk mengatasi motivasi negatif yang akhirnya kegiatan itu tertunda?karena kadang bobot motivasi negatif malah yang lebih tinggi sehingga kejadiannay seperti itu :)terima kasih atas jawabannya 🙂
ini juga 30 menit yg lalu niatnya mau kerja, eh malah cek email dan blogwalking dulu 😀
kiatnya bagus mas, kebetulan satu dari bnyk yg mengena pada bbrp sifat sy yg kadang msh sulit dihilangkan, sebenarnya gk sulit bila ndak dipersulit::) disiplin diri, mgkin itu yg perlu ditekankan, cth sj dlm hal kewajiban (shalat), bilamana itu dilaksanakan pd tpt waktu, akan sgt terasa dampaknya dlm hal2 aktivitas lainnya.
iya nih, terkadang tugas numpuk banyak karena ditunda…
sibermediks last blog post..Thanatology: Ilmu Tentang MATI
aRuL:
Kita tergerak utk melakukan atau tidak melakukan sesuatu krn asosiasi tidak menyenangkan atau menyenangkan yg menyertai suatu aktivitas. Cara mengatasinya adl dg mengingat baik-baik betapa nggak enak rasanya ketika aktivitas enggan itu jadi perusak kesenangan yg efektif.
Kita ni termotivasi karena menghindari perasaan yg ndak nyaman dan mendekati rasa yg menyenangkan. Motivasi negatif yg akibatkan kegiatan tertunda adl perasaan tak nyaman yg diasosiasikan dr dilakukannya sesuatu, dan perasaan nyaman ktk menundanya. Buat kebanyakan cowok, cuci baju, nyetrika, bersihkan kamar mandi, belanja, mbayar kost2an
adl aktivitas yg sering ditunda-tunda. Skedar mbayangin aja udah mbikin males.
Maka kuncinya adl membuat kita meyakini bhw perasaan nggak enak akibat tidak melakukan itu akan jauh lebih besar dan juga lebih lama klo kita menundanya. Bayangkan aja, klo kita menunda tugas praktikum misal, pas lagi enak2nya ngobrol ama temen lalu tiba2 inget tugas praktikum itu, perasaan pasti jadi ndak enak. Utk di setiap suasana menyenangkan ataupun yg biasa2 saja, ingatan atas aktivitas yg ditunda mbikin kita ndak nyaman. Shg durasi perasaan ndak enaknya jadi lebih lama. Pun jg rasanya nggak enak dong kita sisakan aktivitas ndak nyaman itu di akhir2. Bukan happy ending namanya. Eat the frog; begitu kata Brian Tracy. Lakukan aktivitas yg paling berat dan tidak menyenangkan sejak awal. Itu akan membuat hari kita lebih menyenangkan utk dijalani.
Tentu saja, kita bisa menambahkannya dg meyakini, krn sudah terbukti, bhw merampungkan aktivitas yg tertunda itu rasanya melegakan dan mbikin nyaman.
sepkat mas dengan yg perfeksionis,karena saya sendiri sering seperti itu..rasanya klo engga komplit semuanya ndak enk klo mengerjakan sesuatu,alhasil mendekati deadline malah tidak maksimal..mungkin mas punya kiat efektif lain selain merubah pola pikir diatas?terima kasih..nice article mas…:)
Pak .. kebiasaan menuda boleh jadi karena lingkungan tidak kondusif. Mungkin banyak dari kita sadar, bahwa menunda pekerjaan itu tidak baik. Kita juga tahu, menunda pekerjaan dampaknya pasti ada. Tapi, karena tidak didukung dengan situasi dan kondisi yang ‘nyaman’ maka budaya itu semakin subur.Sebagai contoh, ketika saya bersemangat menyelesaikan suatu pekerjaan — terutama bekerja dalam team — dan harus meminta approval terlebih dahulu untuk melanjutkan pekerjaan, maka semangat itu akan rusak apabila si pemberi approval malah mem-pending-nya *halah* … bahasa saya amburadul nih pak …Menurut pendapat saya, memang yang pertama harus datang dari dalam diri kita dulu untuk menciptakan kebiasaan untuk tidak menunda pekerjaan. Jika karakter itu sudah terbentuk, baru kita mencari ‘lahan’ yang tepat untuk mengembang suburkan budaya tersebut.Misalnya bekerja ditempat yang memiliki disiplin yang tinggi plus penerapan reward punishment yang tegas dan akurat. Sehingga, secara perlahan .. budaya itu akan tercipta lebih cepat. Baik dari dalam diri kita sendiri maupun dari luar.Terlepas dari teori itu semua, memang sudah saatnya jangan menganggap seorang perfeksionis itu ‘orang’ aneh karena selalu diledek : “Pak, didunia ini tidak ada yang sempurna” sehingga pelaku perfeksionis itu dianggap seperti alien, mahluk angkasa luar dan juga dianggap ga asik. Terlalu ribet dengan aturan.Saya sering gamang sendiri pak .. ketika saya ingin segala hal berjalan sempurna sesuai rencana, selalu saja ada upaya penggagalan. Oleh karena itu, saya putuskan untuk ‘berdamai’ dengan lingkungan pak jika itu menyangkut pekerjaan secara team atau melibatkan orang lain.Tapi kalo untuk diri sendiri .. saya tetap keras untuk selalu disiplin. Walau pun sering kali diprotes oleh keluarga kalo saya terlalu disiplin pada diri saya sendiri. Itulah indahnya kehidupan pak .. ada yang perfeksionis ada yang tidak. Sehingga saya menikmati hidup dengan orang yang hidup seenaknya sementara saya penuh keteraturan.
Eala, sampe lupa pak, saking semangatnya berkomentar sampai lupa menyampaikan permohonan maaf lahir & bathin dari saya. Semoga persediaan kata maaf di hari lebaran belum habis ya pak. Maklum, kan masih bulan Syawal. Semoga bapak mau memaafkan saya dengan ikhlas atas segala khilaf dan tabiat saya yang mungkin telah menyilet hati bapak. Semoga Allah mengampunkan dosa² kita.
siiippp,,,,
thx kiatnya,langsung praktek nie 🙂
dions last blog post..Syalalalaalaaaa
Agak berat mempraktekkannya. Nggak boleh setengah-sengah, dan harus benar-benar serius. Kalau nggak penyakit “suka menundda”nya nggak akan hilang.
Tidak memulai hingga kondisinya tepat, hingga sumber dayanya sudah lengkap, hingga sudah bisa melakukan dg sempurna,Ini kok ya saya banget ya?*sigh*
erander:
Berdamai dg lingkungan ketika kerja dg tim, dan tetap perfeksionis dan bersikap keras pada diri ketika bekerja sendiri. Sepakats! 😎
wah, artikely bagus banget mas guntar. tapi bagaimana sih caranya untuk meminimalisasi faktor penghambat dari luar?biasanya kan pemuda(termasuk saya) lebih cenderung bersantai-santai ria. gmna mas?trims
ilhams last blog post..Dasyatnya Kecupan Sang Ibu
Aslm….Siiipppp……!!!! mantab pak..!!btw,gmn kabar kelanjutan ATM Indonesia..??^_^
Lha kalau pengangguran gmn mas he2
aku setuju
emang satu masalah ni yang bikin semuanya jadi buyar.
ni bukan hanya wat orang2 yang dah bekerja r sekolah, tapi apapun itu , cotohnya ibadah.
kalo kita menunda2 melaksanakan ibadah, wah itu yang paling sulit, karena kebiasaan menunda, kita sampai berurusan dengan yang namanya jalan menuju akhirat, kalo kita nunda nunda pembuka jalan itu , maka kapan kita akan sampai ke puncak kenikmatan menujunya?
because of that..
mari kita hapus memori kita dengan yang namanya Menunda!
semangat!!