Distraksi Produktivitas: Aktivitas Kerja yang Tidak Terhitung Kerja

Kucing Miaw, distraksi lutu imut yang paling ampuh

Kucing Miaw, distraksi imut yang paling ampuh


Pada saat saya lagi bongkar2 dokumen lama untuk menelusuri pembelajaran, saya temukan sebuah memo yang menarik. Memo ini saya kirimkan ke rekan satu tim saya, waktu saya masih jadi project manager untuk pengembangan solusi Business Process Management. Memonya berisi tentang penekanan untuk tidak memanjakan diri dalam aktivitas-aktivitas non produktif.

Aktivitas non produktif di sini saya definisikan sebagai aktivitas yang tidak menghasilkan nilai tambah pada peningkatan kualitas proses dan kecepatan penyelesaian suatu tugas. Kalau semisal seorang tukang bangunan sedang sibuk mencari palu atau perkakasnya yang hilang entah ke mana, maka itu sebenarnya tidak dihitung sebagai waktu produktif.

Nah, waktu itu (tahun 2005) di daftar saya ada 14 aktivitas yang terhitung sebagai aktivitas non-kerjaan.

Aktivitas yang TiDaK Dihitung Waktu Efektif Bekerja:

  1. Ngobrol, guyon dan semacamnya dg selain anggota tim
  2. Nonton tivi atau film
  3. Ngegame
  4. Mbaca majalah atau koran yang tak terkait dg kerja
  5. Browsing internet, cek email yang tak terkait dg kerja
  6. Chatting yang ndak terkait kerja (dengan internal kantor maupun orang luar)
  7. Interupsi dari direksi yang ngajak ngobrol
  8. Interupsi dari direksi yang ngasih penugasan
  9. Interupsi permintaan bantuan dari rekan kantor atau pihak lain
  10. Aktivitas pembicaraan telepon, HP & SMS yang tidak terkait dg kerja
  11. Aktivitas menerima tamu (entah teman atau client) yang tidak terkait dg kerja
  12. Aktifitas membuat makanan & minuman secara mandiri
  13. Aktivitas maintenance komputer & ruang kerja
  14. Segala obrolan, diskusi atau rapat yang tidak terkait dg kerja
  15. Aktifitas luar yang tidak terkait dg kerjaan (misal: ambil uang di ATM, belanja, amanah di tempat lain, urusan dg keluarga dsb.)

Apa yang dianggap bukan sebagai aktivitas non-produktif bukannya dianggap sebagai pengganggu sebenarnya. Ketika ada teman lama atau keluarga yang datang mertamu, bukan lantas kita perlakukan sebagai perusak produktivitas hingga kemudian kita bersikap kurang baik pada mereka. Bukan begitu. Kita tentu harus tetap bersikap baik, tapi apa yang harus disadari adalah bahwa aktivitas itu bukanlah waktu produktif terkait kerja’an. Pun juga ketika ada rekan kantor yg minta bantuan, juga sama. Itu adalah aktivitas yang baik; lha wong mbantuin orang masa dibilang jelek. Tapi prinsipnya sama juga, secara tabiat, harus diakui bahwa itu bukanlah aktivitas yang membuat tugas cepat selesai.

Oleh karena itu, maka di memo saya juga menyertakan model kerja untuk disepakati dan diterapkan oleh tim.

Gagasan Model Kerja:

  1. Orientasi target. Sehingga target harus jelas, spesifik & sedapat mungkin terukur.
  2. Boleh pergi semaunya, boleh datang kapanpun, namun ada alokasi jam minimum, yakni 45 jam dalam satu minggu kerja di kantor (cat: hingga akhirnya saya dulu sampe tinggal di kantor).
  3. Ada kompensasi atas jam yang hilang, terserah waktunya.
  4. Ada mekanisme pencatatan waktu jika terpaksa memang diperlukan
  5. Jika kinerja buruk, tidak displin dan melanggar aturan, ada punishment yang ditetapkan bersama.
  6. Semua HaRuS saling menjadi tauladan.
  7. Kerja bener2 profesional, tidak mentang2 sesama saudara.

Anyway, bekerja 45 jam seminggu? Stelah dipikir2 lagi, Bukankah itu masih kurang untuk sebuah startup.

Dari data lawas saya di tahun 2005: Lebih dari 31% pekerja pria lulusan perguruan tinggi di AS lazim bekerja 50 jam atau lebih dalam sepekan di kantor, naik dari 22% pada 1980. Menurut laporan National Sleep Fondation (di Amerika), sekitar 40% orang dewasa Amerika tidur kurang dari tujuh jam pada hari kerja. Catatan lain, banyak sekali orang yang menghabiskan sarapan dan makan siang di meja kerja. Hampir 60% makanan disantap secara tergesa-gesa, dan 34% makan siang dinikmati sambil beraktifitas.

Sepertinya bukan statistik yang menimbulkan kesan positif terkait kerja keras. Untuk sebuah startup, sebenarnya 50 jam adalah jumlah yg wajar, dan sebenarnya kurang. Tentang menghabiskan sarapan atau makan dg tergesa-gesa, itu mah salah sendiri. Asalkan quota jam kerja masih terpenuhi, buat apa makan sambil tergesa.

Klo sudah begini, apatah dayaku :-p

Klo sudah begini, apatah dayaku :-p

Tapi terkait topik dari tulisan ini, yang jelas produktivitas tu cukup rentang terserang oleh distraksi. Jika saya sekarang membuat daftar distraksi produktivitas, maka setidaknya yang berikut ini adalah tambahan saya dari daftar di atas:

Email: inbox yang selalu penuh, notifikasi pesan baru yang menggoda, kekhawatiran tertinggal info. Termasuk mengecek email-email lama yang belum dihapus.

Dalam salah satu survei:
seberapa sering cek email

Telepon: Apa benar Anda harus menerima setiap telpon yang masuk. Salah satu alasan orang menelpon memang agar dia bisa segera merampas waktu Anda, beda dg email yg Anda bisa pilih kapan mau meresponnya. Bagi flow produktivitas Anda, ini bisa jadi masalah. Maka luangkan waktu khusus untuk menanggapi panggilan telepon non urgen.

Lingkungan Fisik: Apakah ruangan terlalu sumuk, panas atau terlalu dingin? Ini adalah distraksi. Termasuk juga tingkat pencahayaan di ruang kerja. Jika kurang terang dan punya efek pendar, maka malah bisa mbikin sakit kepala dan lelah mata yang membuat Anda harus sering lakukan hentian kerja. Ini tentu adalah distraksi. Lantas bagaimanakah ukuran suhu dan tingkat pencahayaan yang pas? Hanya Anda sendiri yang tahu.

Kebisingan suara ataupun visual: Mendengarkan obrolan teman di satu kantor (meskipun sambil lalu atau tidak bermaksud), melihat pergerakan benda atau orang atau mengamati kejadian tertentu (misal ada teman yang lagi dikerjain sampai sedemikian lucunya). Itu semua bisa menyenangkan, tapi tetap saja, aktivitas non produktif.

So, berapa kali dalam sehari Anda mengecek Facebook, Friendster, atau Twitter Anda?

Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa social networking sebenarnya adalah komponen yang amat penting untuk membangun jejaring, lakukan komunikasi dan kumpulkan informasi yang berguna untuk karier. Tapi apakah itu porsi terbesar yang kita lakukan ketika online?

Langkah pertama untuk membatasi distraksi adalah bersikap awas (aware) padanya. Dari situlah baru kita bisa membuat penyiasatan yang bijak.

You’re not obligated to win. You’re obligated to keep trying to do the best you can every day
– Marian Wright Edelman

banner ad

3 Responses to “Distraksi Produktivitas: Aktivitas Kerja yang Tidak Terhitung Kerja”

  1. Rosyidi says:

    hehehe… lucu banget kucingnya.. Biasanya kucing suka yang anget2. Jadi dia tidur di laptop soalnya anget

  2. rile says:

    disini dingin, rasanya nyiksa. Susah nyari yang anget anget… nah looooo?!?!?!

    riles last blog post..Hati-hati dengan Wadah Plastik

  3. ario saja says:

    haiyah.. kucing kok sampek tidur di laptop ???

Leave a Reply