Distorsi dalam Proses Komunikasi

Orang2 di tempat kerja biasanya menghabiskan hingga 75% waktunya untuk berkomunikasi interpersonal. Sehingga tidak heran jika akar dari banyak masalah di tempat kerja biasanya selalu mengacu pada komunikasi yg buruk. Komunikasi efektif adl komponen sukses yg penting bagi sebuah organisasi, baik dalam tingkatan interpersonal, intergroup, intragroup, organisasi ataupun tingkatan eksternal. Pun juga tentu saja dalam kehidupan kita sehari-hari.

Meskipun setiap dari kita telah berkomunikasi semenjak kecil, tapi belum berarti kita sudah menjadi komunikator yg ahli. Apa yg terjadi dalam sebuah proses pengiriman pesan sesungguhnya amatlah kompleks dan rawan terjadi error atau kesalahan.

Kita lihat saja contoh percakapan via telepon berikut:

Ani: Bos, maaf ya. Saya besok sepertinya ndak bisa datang rapat lagi. Kehamilan ini mbikin saya terus merasa mual & pusing. Dokter saya bahkan bilang ke saya untuk mengurangi waktu kerja di kantor.
Bos: Ani, ini sudah ketiga kalinya kamu mangkir, padahal pekerjaan kamu sudah kian menumpuk. Masa harus kami di sini yang kedampuk repot dan ruwet gara-gara kamu yg absen melulu.

Dalam komunikasi, paling tidak ada bagian “makna atau arti” yg hilang dalam proses transmisi dari pengirim ke penerima. Dalam banyak kasus, maksud sebenarnya dari sebuah pesan biasanya hilang dan pesan yg dipahami oleh orang lain malah ternyata berbeda jauh dg apa yg dimaksudkan oleh pengirim pesan.

diagram dekode informasi komunikasi

Dalam kenyataan, proses komunikasi seringkali tidaklah berlangsung semulus ini.

Dalam contoh percakapan di atas, Ani tampaknya sedang menyampaikan pesan sederhana, “Dia tidak bisa hadir rapat karena rasa mual & pusing”. Tapi dia harus menerjemahkan apa yg ada di pikirannya dalam perkataan. Dan inilah potensi pertama terjadinya error. Apakah dia sekedar ingin menyampaikan bahwa dia berhalangan hadir, atau mungkin ada yg lain. Ternyata memang ada yg lain. Ani merasa kesal karena dia tidak merasa dimengerti oleh bos dan rekan2 kerjanya. Sementara rekan2 kerja Ani juga merasa tertekan oleh pekerjaan akibat ketidakhadiran Ani.

Apa yg tampaknya merupakan komunikasi sederhana tyt dalam kenyataannya cukuplah rumit. Ani mengkomunikasikan jauh lebih banyak ketimbang bahwa dia berhalangan dari menghadiri rapat. Dia ternyata juga menumpahkan sekian ragam emosi akibat merasa tidak dipahami, dan semakin diperparah lagi dg perasaan BeTe dan kesal akibat mual dan pusing yg dialaminya. Sehingga pesan yg dia kirimkan lebih dari sekedar kata-kata; melainkan juga nada bicara, waktu bicara (timing) dan bagaimana dia mengungkapkan atau mengekspresikan pesannya.

Sama juga, sang atasan juga melalui serangkaian proses komunikasi kompleks dalam “mendengar” pesan. Pesan yg dikirimkan oleh Ani harus didekodekan dan dimaknai. Ada banyak cara untuk mendekodekan pesan sederhana yg Ani berikan, dan bagaimana pesan itu didengar akan berpengaruh pada respon yg diberikan balik kepada Ani. Dalam kasus ini, sang Bos “mendengar” nada permusuhan dari Ani, perasaan acuh tak acuh pada pekerjaan, serta kurangnya rasa tanggung jawab dan pertimbangan ke depan. Padahal Ani mungkin tidak memaksudkan hal itu, tapi begitulah yg didengar oleh sang atasan.

komunikasi istri suami salah pahamKomunikasi itu ternyata begitu rumit karena di setiap tahapan ada peluang terjadinya error. Para ahli psikologi sosial memperkirakan biasanya ada sekitar 40 s.d 60% kehilangan makna dalam pengiriman pesan dari pengirim ke penerima.
Adalah sangat penting untuk memahami proses ini, termasuk memahami dan bersikap awas terhadap sumber kesalahan dan mengantisipasi kecenderungan ini dengan melakukan upaya sadar untuk meminimalisir jumlah makna yg hilang dalam percakapan.

Ada banyak sumber penghalang dan distorsi komunikasi, semisal saja yg berikut ini:

  • Bahasa. Sudah jelas. Orang berbahasa madura akan kesulitan dalam menyampaikan pesannya pada orang Batak. Sama juga, anak muda dg bahasa gaul akan kesulitan mengkomunikasikan pesannya dg baik pada orang tuanya.
  • Pilihan Kata. Pilihan kata akan sangat menentukan kualitas komunikasi. Karena kata merupakan representasi simbolis dari sebuah fenomena, maka di sini ada ruang interpretasi dan juga distorsi makna. Pada contoh di atas, sang Bos menggunakan pilihan kata (ini sudah ketiga kalinya kamu mangkir). Kata “mangkir” di sini bisa diartikan oleh Ani sebagai lari dari tanggung jawab dg sikap acuh tak acuh. Lebih jauh lagi, bagi Ani itu merupakan bentuk kekurangpedulian akan kondisi dirinya yg sedang kurang fit. Setiap kata bisa dimaknai beda oleh setiap orang. Jangan kemudian kita sembarangan memilih penggunaan kata bila tak tahu apa maknanya.
  • Sikap defensif, sehingga hanya sedikit informasi yg benar2 bisa terkunyah.
  • Distorsi dari pengalaman masa lalu, seperti menyama2kan lawan bicara dg orang2 yg pernah kita temui di masa lalu, dan beranggapan mereka akan menyampaikan informasi yg tak jauh beda.
  • Salah memahami pesan non verbal seperti bahasa tubuh dan nada bicara.
  • Sikap pilih-pilih dengar, yakni hanya ingin mendengar apa2 yg ingin untuk didengar.
  • Asumsi lugu. Yakni beranggapan bahwa lawan bicara sudah bisa melihat situasinya sama spt Anda, punya informasi yg sama, punya perasaan yg sama.
  • Gagap Sarana. Yakni ketika kita menggunakan bantuan medium untuk menyampaikan pesan.gambar proses komunikasi dg sarana channelKetika Anda menggunakan bantuan channel semisal email atau SMS, maka tantangan pertama adl mengeluarkan isi pesan dari benak untuk ditumpahkan dalam bentuk tulisan. Ini ternyata jadi masalah bagi banyak orang. Klo disuruh ngomong sih bisa, tapi klo disuruh nulis itu kok jadi blank. Pun jika kita menggunakan email atau SMS, pesan emosi seperti protes, marah, geli, atau yg lain tidaklah bisa tersampaikan dg akurat, bahkan dg bantuan emoticon sekalipun.

Baik. Ini adalah bahasan tentang distorsi dalam komunikasi. Belum ada solusi yg tersampaikan di sini. Namun paling tidak kita bisa pahami bahwa yg disebut komunikasi bukanlah sekedar penyampaian pesan dari sender ke receiever, melainkan:

Proses penyampaian pesan dari pengirim ke penerima sedemikian rupa sehingga pesan itu dipahami dg akurat oleh sang penerima.

banner ad

2 Responses to “Distorsi dalam Proses Komunikasi”

  1. aditya says:

    artikelnya berguna banget, bikin sy rada manggut2 :Dbtw jd penasaran pengen nanya, apakah memberi pesan (eg kalimat) lebih banyak akan bisa memperjelas pesan yang kita sampaikan ?dan satu lagi, sy koq merasa, kalau komunikasi OnLine, orang lebih cepat naik pitam atau marah, apabila dikritik … ini gmn ya mengatasinya ?

  2. posma sihombing says:

    penjelasan tentang komunikasi ini sangatlah bagus dan menarik..karena disrtai oleh gambar-gambar yang mendukung penjelasan materi itu sendiri yaitu untuk memperjelas kembali maksud pesannya….salut dech dari posma sihombing

Leave a Reply