Uang dan Kemampuannya Mempengaruhi Pilihan Sikap

Uang rupiah

Minggu lalu kita bicara tentang Social Media, minggu ini kita bicara tentang uang dan kekayaan.

Ada paper menarik yang mengulas tentang betapa uang bisa mempengaruhi perilaku seseorang; bahwa menanamkan pikiran tentang uang bisa membuat seseorang bertindak berlawanan dari pengaruh lingkungan. Paper ini berjudul Reminders of Money Elicit Feelings of Threat and Reactance in Response to Social Influence (PDF)

Para peneliti, Jia Liu, Dirk Smeesters, and Kathleen D. Vohs, melakukan eksperimen yang cukup “licik”. Pertama, mereka meminta partisipan untuk mengisi kuesioner lewat komputer. Kuesionernya sendiri tidaklah penting. Apa yang penting sebenarnya adalah gambar wallpaper desktop komputernya. Separuh partisipan ditunjuki wallpaper berpola kerang laut, separuhnya lagi dtunjukkan gambar uang Euro dan koin. Dalam istilah psikologi, grup kedua ini disebut “di-primed” (diimbu, bahasa jawanya, atau diranumkan) dengan uang.

Berikutnya, mereka meminta subyek amatan dan satu orang lagi berjenis kelamin sama masuk ke sebuah ruangan dan meminta mereka menguji rasa suatu minuman olahraga bernama Vigor. Kepada mereka dikatakan, “Kami membutuhkan opini Anda untuk kepentingan studi pasar.”

Satu menit kemudian, orang satunya — yang sesungguhnya adalah sekutunya sang peneliti — pergi meninggalkan ruangan dan mengatakan bahwa mereka sudah pernah merasakan minuman itu. Sebagian ‘sekutu peneliti’ itu mengatakan “Minuman ini rasanya sangat enak. Aku suka sekali.” dan sebagian lagi mengatakan, “Minuman ini rasanya ndak enak sama sekali. Aku gak suka sama sekali.” dan beberapa lagi tidak mengatakan apapun.

Maka datanglah tes yang sebenarnya: Apakah priming/peranuman dengan uang bisa memunculkan perbedaan opini di antara para partisipan terkait rasa minuman?

Perlu kita ketahui dulu studi semacam yang dilakukan oleh Robert Cialdini, bahwa kita ini sesungguhnya begitu lemah terhadap pengaruh sosial. Ketika kita mendengar orang-orang menyukai sesuatu, kita jadi cenderung menyukainya juga. Dan pola tersebut terjadi secara konsisten –setidaknya pada orang-orang yang dihadapkan pada mereka latar belakang desktop bergambar/berpola kerang laut. Para subyek amatan ini jadi lebih suka pada minumannya ketika sang sekutu-peneliti mengatakan suka dan jadi kurang menyukai manakala sang sekutu peneliti mengatakan tidak suka.

Dalam kondisi kita belum memberikan penilaian awal, ketika mendengar orang lain mengatakan sesuatu itu buruk, kita jadi ter-peka-kan akan perihal-perihal buruk atasnya. Artinya ‘sensori’ kita jadi lebih terbuka pada aspek-aspek buruk atasnya. Sebaliknya, bila kita terlebih dahulu mendengar sesuatu itu baik, perhatian kita seperti mencari-cari perihal baik atasnya.

Namun bagi subyek amatan yang diranumkan dengan uang –ingat, sekedar dipampangkan pada mereka gambar uang Euro– responnya jadi berlawanan sama sekali. Para penelitinya menulis semacam ini:

Ketika pemikiran tentang uang ditanamkan, komentar atau anggapan dari sang sekutu peneliti menghasilkan efek yang bertolak belakang terhadap evaluasi para subyek-amatan terhadap minuman. Subyek amatan menjadi LEBIH menyukai justru ketika sang sekutu peneliti mengatakan minumannya tidak enak dan mereka jadi KURANG menyukai justru tatkala sang sekutu peneliti mengatakan minumannya enak.

Apa yang sesungguhnya terjadi?

Jia Liu, Dirk Smeesters, dan Kathleen D. Vohs mengatakan bahwa gagasan atau pancingan uang bisa bekerja sebagai suatu ancaman dan “menghasilkan reaksi yang berlawanan dari niatan sang sumber”. Riset lain menunjukkan bahwa ketika seseorang diingatkan akan uang, pikirannya jadi seperti mirip kacamata kuda (terfokus) dan jadi lebih terdorong untuk bekerja keras — namun di sisi lain terjadi penurunan dalam hal rasa sosial, dalam berkooperatif, dan juga jadi lebih kecil peluang mereka dalam membantu orang lain.

Cukup aneh.

Memang wajar bila bang bisa berikan efek yang cukup besar pada pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Namun mengapa dampaknya mengarah ke perihal yang buruk? Sekedar mengungkit-ungkit tentang uang bisa secara drastis mengubah preferensi seseorang terhadap kerja, bermain, dan hubungan sosial. Apakah uang bisa mengubah sifat asli/alami seseorang? Atau uang akan sekedar menunjukkan sisi asli dari seseorang?

Apakah uang membuat seseorang jadi orang yang menjengkelkan (gara-gara sikapnya jadi berkebalikan) ataukah membuatnya jadi pemikir yang mandiri bebas pengaruh?

Sembari saya memikirkan implikasi studi ini pada keseharian, silahkan bila Anda ingin berpendapat, dan nantikan tulisan besok yang begitu menarik tentang kekayaan dan tendensi berperilaku tak etis.

 

banner ad

2 Responses to “Uang dan Kemampuannya Mempengaruhi Pilihan Sikap”

  1. budiono says:

    jika pemahaman saya benar, studi ini dibenarkan dengan adanya praktik money politics di indonesia, dimana uang tidak lantas membuat orang memilih pemberinya :d

    • Guntar says:

      LoL. Iyo yo, betul juga. Uang membuat orang merasa berkuasa, sehingga ndak mau diatur-atur seenaknya, bahkan pada si penyogok kampanye :-p

Leave a Reply