Bagaimana Agar Bisa Jadi Ahli di Bidang Apapun

menjadi pakar di bidang apapunHal mirip apakah yang bisa ditemukan dari para ahli bela diri, penari, dan mereka yang belajar keterampilan sosial? Yakni tak peduli apapun latar belakangnya, pasti akan ada suatu titik di mana perkembangan keterampilannya tampak mandeg. Kita sebut saja ini sebagai masa-tak-berkembang atau singkatnya stagnansi. Nah, kondisi stagnan ini bisa punya daya henti yang cukup kuat bagi progress pengembangan keterampilan/keahlian kita, sama seperti efek tembok bata terhadap mobil yang melaju.

Penelitian performa-puncak terbaru telah menunjukkan bahwa stagnansi adalah apa yang biasa dialami oleh seseorang, tak peduli apakah dia itu seorang salesman, atlit atau seniman,di mana sistem neurogis kita belajar dan beradaptasi dengan menggunaan hentian semacam itu.

Tapi masalahnya, kita sudah sering disuguhi oleh model kesuksesan singkat oleh tontonan film dan televisi. Di sana, sang lakon mengalami kondisi cerita klimaks secara berturutan, kemenangan demi kemenangan tanpa pernah terlihat kondisi stagnan. Di jaman dengan masyarakat bergaya fast food ini, kita sering disuguhi cerita tentang betapa seseorang bisa menjadi seperti Michael Jordan dalam dua bulan, menjadi milyuner dalam setahun, dan bisa menjadi fit sehat wal afiat kurang dari tiga minggu.

Dengan suguhan seperti itu, ya normal lah akhirnya manakala kita menjadi kendor manakala upaya mengejar target tertentu tampak tidak membawa hasil, entah terkait mempelajari kemampuan teknis tertentu semisal programming, olahraga tertentu ataupun yang lain.

Di buku yang menarik tentang teori belajar manusia, Peter Jarvis bicara tentang bagaimana manusia belajar sebuah keterampilan baru: Setelah masa awal kegoyangan koordinasi (kekagokan, atau bahasa jawanya wagu), sistem perilaku kebiasaan kita akan berubah dan sistem upaya latihan kita mulai terlihat dampaknya. Ini kemudian akan diikuti oleh periode perkembangan (progress) yang singkat dan cepat (berupa lompatan/leap) yang membawa kita pada tingkatan berkembang yang pertama. Lalu tiba2 sistem-upaya kita menarik diri dan meninggalkan kita dalam kondisi stagnan. Maka di situlah kita berada dalam pengalaman ‘kesepian’, tanpa atau sedikit sekali progress. Dalam beberapa minggu atau bulan ke depan, seberapapun kerasnya kita mencoba, tampaknya perkembangannya tidaklah jauh-jauh amat. Lalu kemudian, entah tiba-tiba muncul dari mana, sebuah lompatan baru muncul dan pola yang di atas tadi berulang kembali.

model-pembelajaran-skill

Sang master Aikido George Leonard berkata: untuk bisa mencapai tingkatan pakar (mastery) di keterampilan tertentu, Anda harus bisa belajar menerima dan bahkan mencintai kondisi stagnans. Dia mengatakan bahwa Anda harus bisa menghargai upaya berlatih sambil bersamaan melupakan outcome atau hasil akhir yang ingin didapat. Caranya adalah dengan membangun sebuah kebiasaan untuk terus melakukan proses berlatih dalam waktu yang sudah paten dalam seminggunya, tanpa kemudian perlu mempedulikan bagaimana hasilnya.

Sehingga dalam konteks ini, tujuan dari perjalanan bukanlah destinasinya, melainkan perjalanannya itu sendiri.

Menurut psikolog kognitif Daniel J. Letivin (dalam buku “This is your brain in Music”), Anda butuh setidaknya 2.000 jam latihan keterampilan untuk bisa mencapai pengetahuan bawah sadar (unconscious knowledge ). Tapi kemudian Anda masih butuh lebih dari 10.000 jam latihan untuk mencapai tingkat Kepakaran yang sesungguhnya.

Sehingga misal saja, Anda mulai belajar gitar hari ini, maka Anda akan butuh jalani 2.000 jam latihan untuk bisa bermain gitar dengan tingkatan yang baik. Setelah 8.000 jam, Anda akan bisa jadi lumayan bagus sehingga sudah bisa mengajari orang lain. Hingga akhirnya dibutuhkan lebih dari 10.000 jam untuk bisa menjadi Ahli/Pakar. Ini juga berlaku untuk kemampuan semisal mengemudi kendaraan, memasak, mencari-cari alasan, bermain teater, mengerjakan soal matematika, mencari teman dan apapun yang terbayang di pikiran Anda.

Jika kita kemudian membuat pola kegagalan, maka paling tidak adalah seperti berikut ini:

1. Sang Antusias
Suatu hari seseorang bernama Agus (bukan nama sebenarnya) bertekad untuk mulai berlatih body building. Dia bilang akan melakukan bench press lebih dari 80 kg di akhir tahun ini. Di minggu2 pertama dia langsung beli susu dan kapsul protein sekaleng guede, berlangganan majalah body building import selama setahun. Tapi upayanya cuma bertahan satu setengah bulan saja. Sebagai akhiran, dia bilang, “Itu tampaknya impian yang tak penting”

Si Agus ini adalah Sang Antusias, tapi di saat dia mulai melihat perkembangannya datar-datar saja, dia pun berhenti.

model-belajar-sang-antusias

2. Sang Reaktif
Satu hari Agus (lagi) memutuskan untuk belajar catur. Sesudah beli buku bagus, wuih, semangat banget, semua orang lalu ditantang, komputer juga ditantang. Selama beberapa hari sibuk terus mengingat-ingat konfigurasi catur. Rasanya sudah ndak bisa berhenti. Malah kemudian yang berhenti adalah nonton tivi, ngegame dan yang lainnya. Sampai kemudian tiba-tiba entah kenapa kok jadi kehilangan hasrat untuk belajar lagi, dan akhirnya tak pernah lagi menyentuh papan catur selama seminggu… Blas. Tapi waktu kemudian ngobrol ama teman, dikenalkan ama konsep Speed Chess, wuih, jadi semangat lagi, dan mulai belajar lagi. Sampe kemudian ternyata entah kenapa berhenti lagi.

Sang Reaktif terombang ambing antara super semangat dan super ndak ngapa ngapain. Adanya lompatan pertambahan keterampilan membuat dia merasa cukup untuk kemudian berhenti, hingga kemudian ada stimulan baru yang kembali menyemangatinya untuk bergerak luar biasa, yang lagi-lagi berlanjut dengan hiatus atau kediaman.

model-belajar-sang-reaktif

3. Sang Pemalas
Untuk yang satu ini, tampaknya tak perlu lagi ada contoh. Seseorang yang setelah mengalami perkembangan kemampuan dalam hal skill lalu kemudian mendapati stagnansi progress, dia lalu memilih untuk berhenti dan terus bertahan dengan tingkat kemampuannya yang sebegitu2 saja (kalopun itu tidak memburuk).

model-belajar-sang-pemalas

Anda barangkali pernah berada dalam tiga stereotype itu.

Nah, sekarang, apa saja sih faktor yang mempengaruhi Progress Perkembangan?

A. Niatan

Ketahuilah benar2 apa sih yang Anda inginkan dari sebuah skill. Ketahuilah ke mana Anda hendak menuju dan kapan harus berhenti. Jika hanya mengikuti trend, maka Anda bisa dengan cepat berganti arah dan ditiup ke mana-mana. Namun manakala Anda tahu secara betul2 apa sih yang sebenarnya Anda cari, Anda tak akan tergoda dengan pengaruh2 luar.

B. Instruksi yang bagus.

Ada hal2 yang memang terbukti telah berhasil dan ada juga yang sebaliknya. Jangan habiskan 2.000 jam Anda untuk re-inventing the wheel: carilah panduan atau petunjuk dan baca. Mintalah demonstrasi/praktek. Ini bisa mempengaruhi learning curve Anda sebegitu besar sampai separuhnya.

C. Percaya sajalah pada proses dan berserah dirilah.

Kebanyakan pembelajaran menuntut Anda untuk mengubah keyakinan2 lama yang ini bisa membuat Anda tampak konyol dan tak nyaman dengan diri sendiri. Ya sudah, ndak papa. Memang begitu kok. Anda tak akan mendapati kemajuan manakala membiarkan diri yang lama berkunjung kembali, manakala masih berkutat pada gagasan dan keyakinan lama. Efeknya ntar sama aja dengan menginjak gas dan rem bersamaan.

Seperti yang disampaikan Tyler Durden dalam Fight Club: “This is your life, and it’s ending one minute at a time. The faster you understand this, the faster you will realise that people who are afraid of learning new skills because they ‘may look silly’, they are doomed to live the rest of their life in mediocrity.”

Orang-orang enggan belajar keterampilan baru karena mereka khawatir terlihat konyol.

Belajar = (kesediaan untuk tampak konyol)2 <– pangkat dua/kuadrat

D. Teman2 Anda

Orang2 di sekitar Anda bisa memberikan dukungan yang berguna dan benar2 bisa mendorong Anda keluar dari batas diri dan meraih apa2 yang Anda inginkan… Atau sebaliknya. Sehingga, pilihlah baik2 siapa teman Anda.

Sehingga kemudian Anda perlu pahami dan terima bahwa untuk bisa mencapai tingkatan keahlian yang bagus, Anda butuh berlatih minimal tiga sampai delapan ribu jam. Sehingga tak ada yang namanya program menjadi kaya dalam 30 hari, mahir programming dalam waktu 21 hari, pakar mengemudi dalam 10 hari, dan ahli presentasi dalam 3 hari.

banner ad

15 Responses to “Bagaimana Agar Bisa Jadi Ahli di Bidang Apapun”

  1. gajah_pesing says:

    salam kenal pak…
    numpang baca dulu di blognya pak guntar, insyaAllah nanti numpang komentar di Blog ini

    gajah_pesings last blog post..Amazing or Simulating ?

  2. mantan kyai says:

    terimakasih sudah sudi mampir di blog saya. sekarang njenengan tahu kan kenapa kemaren saya bilang punya blog hitam .. hehehehe.

    langsung masuk bloglines 😀

    mantan kyais last blog post..3 Drummer Terbaik Indonesia

  3. Gempur says:

    Luar biasa, kayaknya saya termasuk dalam grafis yang kedua nih, sang reaktif. tapi sebenarnya kadang merasa seperti sang antusias. Hanya di saat stagnansi, saya cenderung seperti pemalaaaaaaaaaassss..

    Tapi saya percaya pada proses, pak! Haqqul yaqin yang membawa kita pada kebahagiaan adalah menikmati proses. Bukan sulapan serba instan..

    Gempurs last blog post..For My Students: 100 Posting Movement

  4. Novianto says:

    Web pengembangan yang bagus mas, soalnya saya juga bisa belajar lebih banyak, salam kenal mas.. 🙂

  5. arisnb says:

    thanks, met kenal

  6. Hm…. artikel yang bagus bos.. sip2.

  7. mie2nk says:

    Hem , mungkin dari artikel ini saya masuk yang reaktif. Semangat kalo ketemu hal baru tapi lama kelamaan menciut kemudian semangat lagi kalo ketemu hal lain yang baru lagi….

    Bener ga pak? ^_^

    Terima kasih pak Guntar. Artikel anda sangat memberi Inspirasi kepada saya.

  8. masRio says:

    ahli presentasi dalam 3 jam? bisa kok mas Guntar… setelah latihan 13 tahun berturut-turut 🙂
    [terlalu hiperbolis yach?]

    malcolm galdwell dalam bukunya “OUTLIER” juga bersepakat dalam hal ini. Frekuensi dan durasi latihan. Tentu saja latihan yang tepat membuat keahlian makin sempurna. Mungkin pertanyaan yg lebih pas, bukan seberapa lama latihan dibutuhkan melainkan mulai kapan kita segera berlatih lagi-dan-lagi???

    very nice blog!!!

  9. Maximillian says:

    Halo Mas Guntar, Assalamualaikum WR WB

    Nice article

    Maximillians last blog post..Best Performance Company Benchmark

  10. irham says:

    Mohon ijin post di milis..

  11. riwiq says:

    saya byk belajar dr semua artikel yg ada disini, krn saya sedang mencari jati diri yang sesungguhnya.semoga semua artikel disini bisa menunjukan jalan yang baik untuk kehidupan sukses saya dimasa depan.

  12. John Rusly says:

    Sangat menarik … Thanks for sharing …

  13. sangat luar biasa, berarti kalo diterapkan dalam bidang pendidikan nasional saat ini, INDONESIA bisa mencetak banyak pakar dari berbagai bidang apapun, HANYA DIBUTUHKAN WAKTU BELAJAR >10.000 jam waktu belajar. setiap 10.000 jam dapat melahirkan pakar-pakar dan ahli dibidang tertentu. sangatluar biasa. semoga para pengambl kebijakand alam bidang pendidikan nasional saat ini dapat merubah pola cara belajar siswa-mahasiswa saat ini. sekarang saat revolusi waktu pada tingkat pembelajaran formal maupun informal.

  14. Sulaiman says:

    ditunggu yang intuisinya cak 🙂

Trackbacks/Pingbacks

  1. Menginvestasikan 10.000 Jam itu Wajib untuk Bangun Kepakaran! | AkhmadGuntar dot com - [...] melatih kompetensi apapun itu yang Anda inginkan. Memang butuh keuletan, maka pastikan Anda tahu cerita di balik peningkatan kompetensi.…

Leave a Reply to Choiri Setyawan Cancel reply